Dikenal Sebagai Kerajaan Hindu-Buddha, Justru Kepercayaan Ini Yang Lebih Dominan Di Masa Majapahit

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Hindu dan Buddha ternyata bukan kepercayaan paling populer di kalangan masyarakat kerajaan Majapahit. Kepercayaan lokal lebih dominan.
Hindu dan Buddha ternyata bukan kepercayaan paling populer di kalangan masyarakat kerajaan Majapahit. Kepercayaan lokal lebih dominan.

Hindu dan Buddha ternyata bukan kepercayaan paling populer di kalangan masyarakat kerajaan Majapahit. Kepercayaan lokal lebih dominan.

Intisar-Online.com -Kerajaan Majapahit identik dengan kerajaan bercorak Hindu dan Buddha.

Tapi tak banyak yang tahu, justru ada kepercayaan di luar dua itu yang lebih populer di kalangan masyarakat Majapahit ketika itu.

Majapahit berdiri pada 1293 dan runtuh 1527, setelah sebelumnya mencapai masa kejayaan di zaman Hayam Wuruk.

Dalam buku-buku sejarah,imperium Majapahit disebut sebagai kerajaan Hindu-Buddha.

Pandangan itulah yang secara luas membuat kita semua berkesimpulan bahwa masyarakat yang hidup di dalamnya menganut agama Hindu dan Buddha.

Tapi apakah semua itu benar?

Agus Sanyoto dalam bukunya berjudul Atlas Wali Songobuka-bukaan soal itu.

Dalam bukunya, ada beberapa kepercayaan yang berkembang di Nusantara pada masa sebelum Islam berkembang di sana.

Salah satunya masyarakat lokal di wilayah Jawa Timur (yang basis Majapahit) dan umumnya di Jawa, telah menganut adanya kepercayaan lokal.

"Peninggalan budaya yang berkembang, bahkan dari masa pra-aksara, masih terus dipertahankan masyarakat," tulis Sanyoto.

"Majapahit merupakan kerajaan yang paling digdaya di Nusantara."

"Para elitnya menganut kepercayaan untuk memuja kepada para Dewa sebagaimana dalam ajaran Hindu," tambahnya.

Pada saat itu, agama Hindu merupakan agama yang cukup eksklusif.

Sehingga para raja dan bangsawan yang hidup di dalam istana menganutnya.

"Hindu jadi agama para elit di Majapahit."

"Begitu juga dengan upaya raja untuk menyebar luaskan ajaran Hindu kepada masyarakat kerajaan, hingga daerah-daerah vassal-nya," lanjutnya.

Akan tetapi agama Hindu tidak sepenuhnya sampai dan dianut oleh masyarakat kerajaan.

Earl Drake, Duta Besar Kanada untuk Indonesia tahun 1982-1983, sependapat dengan Sanyoto.

Penjelasan Drake dituliskan dalam buku yang berjudul Gayatri Rajaptni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit, terbitan tahun 2012.

Dia berusaha menyinggung kepercayaan masyarakat lokal di Majapahit yang sebenarnya.

Drake menyebut Majapahit merupakan kerajaan yang majemuk, khususnya dalam hal kepercayaan.

"Masyarakat Majapahit secara umum tidak menganut Hindu, mereka memiliki kepercayaan tersendiri atau agama lokal," tulis Drake.

Maksud dari kepercayaan tersendiri atau agama lokal itu adalah mereka masih mempercayai tentang adanya kekuatan magis dari ruh nenek moyangnya.

"Kepercayaannya masyarakat Majapahit adalah animisme, yaitu keyakinan terhadap roh nenek moyang," tambahnya.

Dan kepercayaan ini telah ada jauh sebelum masehi.

Dengan fakta inilah para peneliti sepakat bahwa animisme adalah kepercayaan purba di Indonesia, di mana telah ada sejak era neolitik.

Artikel Terkait