"Tahun 1811 eyang buyut saya diminta mencari keraton yang ditinggalkan itu," imbuhnya.
Saat ditemukan, Keraton Kartasura ini sudah berupa hutan yang dipenuhi menjangan.
Menjangan itu kemudian ditangkarkan dan dibuatkan kandang di lokasi yang kini berubah menjadi Markas Grup 2/Kopassus.
"Tahun 1816 ada penasihat raja Mas Ngabehi Sutorejo meninggal dunia, diminta dimakamkan di sini. Makam beliau jadi cikal bakal di sini," ucapnya.
"Kemudian oleh Pakubuono IV, tempat ini dijadikan makam," imbuhnya.
Surya tidak bisa memastikan sudah ada berapa orang yang dimakamkan di bekas Keraton Kartasura ini.
Sebab, selain kerabat kerajaan, di sini juga digunakan untuk makam umum masyarakat.
"Sebelum adanya Undang-undang (UU) cagar budaya, boleh digunakan untuk makam," jelasnya.
"Tapi sejak tahun 2010 dengan adanya UU Cagar Budaya, sudah tidak boleh digunakan untuk makam, tapi untuk wisata. Termasuk untuk memakamkan Kerabat Keraton," ujarnya.
Saat ini sisa-sisa peninggalan Keraton Kartasura menjadi tanggungjawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sukoharjo, setelah pelimpahan dari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPJB) Jawa Tengah tahun 2020 lalu.
Saat pemberontakan Trunajaya, Amangkurat I beserta keluarganya mengungsi kearah barat termasuk putranya yaitu Raden Mas Rahmat.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR