Empat bocah korban pesawat jatuh berhasil bertahan hidup selama 40 hari di tengah hutan Amazon yang lebat. Peran penting si sulung.
Intisari-Online.com -Hari-hari ini internet dihebohkan dengan kabar empat bocah korban pesawat jatuh mampu bertahan hidup selama 40 hari di tengah hutan Amazon.
Sementara sang ibu, terpaksa meninggalkan mereka untuk selama-lamanya setelah sempat bertahan hidup selama empat hari.
Bagaimana kisah mengharukan di balik peristiwa yang terjadi di Kolombia itu?
Empat anak korban selamat pesawat jatuh di hutan Amazon berhasil ditemukan pada Jumat (9/6).
Empat anak yang selamat diketahui masih berusia 13 tahun, 9 tahun, 4 tahun, dan 1 tahun.
Keempatnya bertahan hidup di hutan Amazon usai pesawat Cessna 206 yang mereka tumpangi bersama ibunya jatuh pada Senin (1/5) lalu.
Pesawat tersebut mengangkut tujuh penumpang untuk penerbangan Araracuara menuju San Jose del Guaviare jatuh karena kerusakan mesin.
Jatuhnya pesawat menewaskan ibu empat anak tersebut termasuk dua orang dewasa lainnya.
Setelah kisahnya viral, terkuak cara keempat anak itu bertahan hidup di hutan Amazon yang dipenuhi hewan-hewan buas.
Magdalena Mucutuy yang merupakan ibu dari empat anak itu sebenarnya masih hidup selama 4 hari setelah pesawat yang ia tumpangi jatuh.
Sayangnya, dia meninggal karena luka parah yang diderita.
Mau tidak mau, keempat anaknya harus berjuang sendirian.
Mereka kemudian berjuang untuk hidup di hutan Amazon dengan cara memakan sejenis tepung dan buah-buahan.
"Ketika pesawat jatuh mereka mengeluarkan (dari puing-puing) sebuah farina dan dengan itu mereka selamat," kata Fidencio Valencia yang merupakan paman dari empat anak yang selamat, dikutip dari Insider.
Farina yang dimaksud Fidencio adalah tepung singkong yang biasanya dimakan oleh orang di kawasan Amazon.
"Setelah farina habis, mereka mulai memakan bijinya," sambung Fidencio.
Edwin Paki, salah satu tokoh adat yang ikut membantu pencarian mengatakan, empat anak yang selamat juga memakain avicure, sejenis buah yang mirip markisa.
"Mereka sedang mencari benih untuk dimakan dari pohon avicure sekitar 1,5 kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat," ujar Edwin, dikutip dari The Guardian.
Sementara itu Astrid Caceres, Kepala Institut Kesejahteraan Keluarga Kolombia menyampaikan, saat empat anak terdampar di hutan Amazon, mereka bisa memakan buah karena hutan sedang dalam masa panen.
Jenderal Pedro Sánchez yang bertanggung jawab atas upaya penyelamatan mengatakan tim penyelamat telah melewati jarak 20-50 meter dari tempat anak-anak itu ditemukan pada beberapa kesempatan pencarian.
Sayangnya, ketika tim penyelamat tiba, mereka tidak mendapati empat anak tersebut.
Ketika akhirnya ditemukan, keempat anak sudah terlihat sangat lemah.
"Anak-anak sudah sangat lemah,” kata Sánchez.
"Kekuatan mereka hanya cukup untuk bernapas atau meraih buah kecil untuk makan sendiri atau minum setetes air di hutan," ujarnya.
Kepada petugas, anak-anak itu mengatakan telah melewati beberapa hari di hutan ditemani seekor anjing gembala Jerman bernama Wilson.
Namun sayang, anjing tersebut hilang dan belum juga bisa ditemukan.
Dikutip dari BBC via kompas.tv, Senin (12/6/2023), bibi keempat anak tersebut mengatakan keluarganya kerap secara reguler bermain “permainan bertahan hidup” bersama saat tumbuh dewasa.
“Saat bermain kami menyiapkan sebuah kemah yang kecil,” ujarnya mengingat.
Ia menambahkan sang anak tertua, Lesly Mucuty, memiliki peran besar sehingga mereka bisa bertahan hidup.
“Ia tahu mengenai buah yang tak boleh dimakannya, karena ada banyak buah beracun di hutan. Dan ia juga tahu bagaimana menjaga bayi,” tuturnya.
Setelah kecelakaan itu, Lesly membangun tempat berlindung darurat dari dahan yang disatukan dengan ikat rambutnya.
Ia juga menemukan Farina, sejenis tepung, dari reruntuhan pesawat Cessna 206 yang mereka tumpangi.
Menurut salah satu tokoh adat yang ikut dalam pencarian itu, Edwin Paki, mengungkapkan anak-anak itu bertahan hidup dengan tepung singkong tersebut sampai habis, dan kemudian memakan biji-bijian.
“Ada buah yang mirip markisa, namanya avicure,” katanya.
“Mereka sedang mencari benih untuk dimakan dari pohon avicure, sekitar 1,5 kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat,” tambah Paki.
Menurut Kepala Institut Kesejahteraan Kolombia, Astrid Caceres, ketika insiden tersebut hutan sedang panen, dan mereka bisa makan buah yang sedang mekar.
Namun menurut ahli masyarakat adat, Alex Rufino, anak-anak tersebut berada di wilayah hutan yang sangat gelap, dengan pohon yang begitu besar dan lebat.
“Ini adalah area yang belum pernah dieksplorasi,” ujar Rufino.
Apalagi selain menghindari hewan buas, mereka juga harus melindungi diri dari hujan lebat dan kelompok bersenjata yang biasa aktif di hutan.
Tapi Rufino mencatat bahwa anak berusia 13 tahun yang dibesarkan masyarakat adat biasanya telah memiliki kemampuan untuk selamat di lingkungan seperti itu.