Perjanjian Bongaya, Ketika Kerajaan Gowa Dipecundangi VOC Belanda

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Melalui Perjanjian Bongaya, Kerajaan Gowa alias Kesultanan Makassar harus mengakui monopoli VOC. Wilayah Gowa pun dipersempit.
Melalui Perjanjian Bongaya, Kerajaan Gowa alias Kesultanan Makassar harus mengakui monopoli VOC. Wilayah Gowa pun dipersempit.

Melalui Perjanjian Bongaya, Kerajaan Gowa alias Kesultanan Makassar harus mengakui monopoli VOC. Wilayah Gowa pun dipersempit.

Intisari-Online.com -Setelah bertahun-tahun terlibat konflik, Kerajaan Gowa atau Kesultanan Makassar akhirnya berdamai dengan VOC.

Perjanjian damai ini ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya.

Bagi VOC Belanda, perjanjian ini amat menguntungkan.

Di masanya, Kerajaan Gowa adalah pusat perekonomian para pedagang baik domestik, maupun pedagang asing.

Kerajaan ini terletak di lokasi yang amat strategis.

Dukungan sumber daya alam yang melimpah juga menjadi keuntungan tersendiri bagi kerajaan yang berada di ujung selatan Pulau Sulawesi ini.

Maka jangan heran jika Kerajaan Gowa menjelma menjadi salah satu kekuatan maritim yang dominan.

Berbeda dengan pedagang asing lainnya, Belanda datang dengan kongsi dagang VOC yang sudah memiliki kekuatan dan infrastruktur memadai.

Kongsi dagang ini juga punya jaringan yang tersebar dari Jawa hingga Maluku.

Dengan aktivitas perdagangan yang diuntungkan pada monopoli rempah-rempah, VOC memiliki kepentingan untuk mempertahankan posisi istimewa tersebut.

Hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara VOC dengan Kerajaan Gowa sebagai produsen rempah.

Sedangkan VOC sebagai pelaku monopoli rempah di kawasan timur Hindia.

Dalam buku Awal Mula Muslim di Bali (2019) karya Bagenda Ali, latar belakang Perjanjian Bongaya karena perang besar-besaran yang terjadi antara Kerajaan Gowa melawan VOC.

Perlawanan Kerajaan Gowa menghadapi Belanda mencapai puncak masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, putera Sultan Muhammad Said dan cucu Sultan Alaudin pada 1653-1669 Masehi.

Selain menghadapi Belanda, Sultan Hasanuddin juga menghadapi perlawanan Aru Palakka dari Soppeng-Bone pada tahun 1660 Masehi.

Akhirnya Kerajaan Gowa tidak mampu lagi menghadapi pasukan Belanda yang dilengkapi dengan persenjataan canggih dan tambahan pasukan dari Batavia.

Dalam upaya keras mempersiapkan pasukan dan strategi, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian di daerah Bongaya.

Perjanjian Bongaya dilakukan pada 18 November 1667 Masehi di daerah Bongaya.

Dalam perjanjian tersebut, Sultan Hasanuddin harus mengakui pemerintahan dan kekuasaan Belanda (VOC) di Makassar.

Berikut isi lengkapnya:

- Makassar harus mengakui monopoli VOC

- Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja

- Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan

- Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone

- Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC

- Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam

Perjanjian Bongaya ternyata tidak berlangsung lama, karena Sultan Hasanuddin kembali memimpin peperangan dengan Belanda.

Awalnya Belanda merasa kewalahan.

Namun dengan senjata lengkap, mereka dapat memukul mundur Sultan Hasanuddin.

Pertahanan Sultan Hasanuddin kembali terpuruk ketika Benteng Somba Opu jatuh ke tangan Belanda.

Akhirnya Sultan Hasanuddin menyerahkan kekuasaan kepada puteranya, Mappasomba yang bergelar Sultan Muhammad Ali sebagai Raja Gowa XVII.

Artikel Terkait