Intisari-online.com - Tanggal 9 Juni 1992 menjadi hari dimana Indonesia kembali menggelar pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Pemilu ini adalah pemilu yang kelima pada masa Orde Baru dan yang keenam sejak Indonesia merdeka.
Pemilu pada masa Orde Baru diselenggarakan dengan prinsip LUBER, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Namun, kenyataannya, pemilu tersebut tidak demokratis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Penyederhanaan partai politik.
Pada masa Orde Baru, hanya ada tiga organisasi peserta pemilu (OPP), yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili kalangan Islam, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang mewakili kalangan nasionalis-demokrat, dan Golongan Karya (Golkar) yang mewakili kelompok non-partai.
Penyederhanaan partai politik ini bertujuan untuk menghapus konflik ideologi dan memperkuat stabilitas politik di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
2. Dominasi Golkar.
Golkar merupakan organisasi yang didukung oleh pemerintah, militer, birokrasi, dan berbagai kelompok profesi di masyarakat.
Golkar memiliki keunggulan dalam hal sumber daya, fasilitas, dan akses media.
Selain itu, Golkar juga melakukan berbagai praktik kecurangan, intimidasi, manipulasi, dan mobilisasi pemilih.
Baca Juga: Penjelasan Persamaan dan Perbedaan Antara Pemilu Pertama Tahun 1955 dengan Pemilu Tahun 2014
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR