Keraton Mataram Islam Plered menjadi saksi pembantian ulama oleh Amangkurat I. Ada kaitannya dengan pemberontakan Pangeran Alit.
Intisari-Online.com -Yang diingat dari Amangkurat I selama menjadi raja Mataram Islam melulu yang jelek-jeleknya.
Salah satunya adalah ketika dia membantai 5.000 sampai 6.000 ulama dan keluarga mereka di suatu siang di alun-alun Keraton Plered sekitar tahun 1647.
Usut punya usut pembantaian itu ternyata berkaitan dengan pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Alit, adik Amangkurat I.
Dan pembantaian itu adalah bagian dari upaya balas dendam Amangkurat I kepada adiknya itu.
Dia hari sebelum hari pembantaian itu, Pangeran Alit mencoba mengkudeta takhta Amangkurat I yang sedang disibukkan dengan pembangunan Keraton Plered.
Upaya itu gagal total, Pangeran Alit juga terbunuh dalam pemberontakan tersebut.
Meski begitu, sepertinya Amangkurat I masih menyimpan amarah dan hendak menyingkirkan orang-orang yang dianggap bersekongkol dengan Alit.
Dalam perintahnya, Amangkurat I ingin agar dalam di balik pembantuan tersebut tidak diketahui oleh siapa pun.
Ada empat pembesar keraton yang mendapat tugas khusus tersebut.
Mereka adalahPangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Ngabehi Wirapatra.
Keempatnya diperintah menuju ke empat penjuru mata angin yang berbeda.
Amangkurat I berpesan lagi supaya tak satu pun ulama yang lolos dalam peristiwa berdarah tersebut.
Pembantaian ini ditandai dengan bunyi tembakan meriam dari istina.
Kebetulan ketika itu Gubernur Jenderal VOC Rijcklof van Goens sedang bertugas di Mataram.
Sehingga dia mencatat apa-apa yang terjadi ketika itu.
Amangkurat berupaya menyembunyikan keterlibatannya dalam pembantaian ini.
Pada hari berikutnya, dia berpura-pura marah dan terkejut.
Amangkurat I kemudianmenuduh para ulama sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas kematian Raden Mas Alit.
Dia juga memaksa delapan pembesar untuk mengaku bahwa mereka telah merencanakan kudeta terhadap sunan.
Delapan orang itu beserta anggota keluarganya juga dibantai.
Pemberontakan Pangeran Alit
Menurut catatan HJ De Graaf dalam bukunya Disintegrasi Mataram Di Bawah Mangkurat I, pemberontakan itu direncanakan di malam hari ketika para prajurit pulang baru pulang dari membangun keraton baru.
Pangeran Alit yang masih 19 tahun memerintahkan untuk melakukan serangan ke alun-alun selatan.
Dua orang penting yang terlibat dalam pemberontakan ini adalah Tumenggung Danupaya dan Tumenggung Pasisingan.
Selain dua pembesar keraton, beberapa lurah juga disebut mendukung langkah Pangeran Alit.
Sayang, rencana pemberontakan ini diketahui oleh Pangeran Purbaya (paman Sultan Agung?).
Pangeran Mataram yang sudah mulai sepuh itu pun melaporkan kejadian tersebut kepada Amangkurat I.
Perintah pertama Amangkurat I adalah agarTumenggung Pasisingan segera dibunuh begitu tiba bekerja.
Esok paginya, Tumenggung Pasisingan tewas ditikam prajurit Mataram yang sudah mendapat perintah dari Amangkurat I.
Singkat cerita, Amangkurat I kemudian memerintahan seorang pesuruh wanita bernama Tajem memanggil Pangeran Alit.
Setibanya Pangeran Alit di hadapannya, Amangkurat I langsung melemparkan kepala teman-teman yang sudah dipenggal.
"Beginilah tampang orang-orangmu yang ingin mengangkatmu sebagai raja," ujar Amangkurat I.
Pangeran Alit terperanjat, mencabut kerisnya, dan menikami kepala-kepala itu sembari mengucapkan kata-kata yang mengutuk Tumenggung Pasisingan.