Intisari-online.com - Dalam soal PKN Kelas XI Halaman 161 memuat soal berjudul "Bagaimana proses penyelesaian sengketa batas wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia?"
Nah, kali ini Intisari Online akan memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Jawaban:
Proses penyelesaian sengketa batas wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia adalah sebagai berikut:
1. Negosiasi bilateral. Ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh kedua negara untuk mencari solusi damai atas sengketa tersebut.
Negosiasi bilateral dilakukan dengan mengacu pada perjanjian tapal batas landas kontinen yang telah ditandatangani pada tahun 1969 dan diratifikasi oleh kedua negara1.
Negosiasi bilateral juga melibatkan pertukaran data dan informasi mengenai landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) di wilayah sengketa.
2. Mediasi atau konsiliasi. Jika negosiasi bilateral tidak berhasil, maka kedua negara dapat meminta bantuan pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan sengketa tersebut.
Pihak ketiga tersebut dapat berupa negara lain, organisasi internasional, atau tokoh-tokoh yang dihormati oleh kedua belah pihak.
Mediasi atau konsiliasi bertujuan untuk mencari titik temu dan kompromi antara klaim-klaim yang saling bertentangan.
3. Arbitrase atau pengadilan internasional. Jika mediasi atau konsiliasi juga tidak berhasil, maka kedua negara dapat menyerahkan sengketa tersebut ke lembaga arbitrase atau pengadilan internasional yang berwenang menangani masalah perbatasan laut, seperti Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) atau Tribunal Hukum Laut (International Tribunal for the Law of the Sea/ITLOS).
Arbitrase atau pengadilan internasional akan memberikan putusan yang mengikat bagi kedua belah pihak berdasarkan hukum internasional.
4. Kerjasama bersama. Jika putusan arbitrase atau pengadilan internasional tidak dapat diterima oleh salah satu pihak atau keduanya, maka kedua negara dapat mencari jalan keluar dengan melakukan kerjasama bersama di wilayah sengketa tersebut.
Kerjasama bersama dapat berupa pembagian hasil sumber daya alam, pengelolaan lingkungan, penjagaan keamanan, atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi kedua negara.
Soal :Bagaimana argumen yang dibangun oleh Malaysia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?
Jawaban :
1. Argumen yang dibangun oleh Malaysia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat adalah sebagai berikut:
Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.
2. Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri.
Malaysia juga mengacu pada peta wilayahnya yang dibuat pada tahun 1979 yang memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya.
Malaysia menganggap peta tersebut sebagai dasar hukum yang sah untuk menentukan batas-batas wilayahnya.
3. Malaysia menolak perjanjian tapal batas landas kontinen yang ditandatangani bersama Indonesia pada tahun 1969 dengan alasan bahwa perjanjian tersebut tidak sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS).
Malaysia mengklaim bahwa perjanjian tersebut tidak memperhitungkan prinsip-prinsip hukum laut internasional, seperti kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan kepentingan.
Soal :Bagaimana sikap Indonesia dalam menghadapi sengketa batas wilayah Blok Ambalat dengan Malaysia?
Jawaban:
Sikap Indonesia dalam menghadapi sengketa batas wilayah Blok Ambalat dengan Malaysia adalah sebagai berikut:
- Indonesia tetap berpegang teguh pada Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) yang menyebutkan bahwa landas kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya.
Indonesia juga mengacu pada perjanjian tapal batas landas kontinen yang telah ditandatangani bersama Malaysia pada tahun 1969 dan diratifikasi oleh kedua negara.
- Indonesia secara tegas menyatakan protes terhadap klaim dan tindakan provokasi Malaysia yang melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia.
Indonesia juga menuntut agar Malaysia menghentikan aktivitas eksplorasi minyak dan gas di wilayah sengketa.
- Indonesia meningkatkan pengamanan dan penjagaan di wilayah sengketa dengan mengerahkan kapal-kapal patroli dan angkatan laut untuk mengawasi dan mengusir kapal-kapal asing yang mencoba masuk ke wilayah tersebut.
Indonesia juga memberikan dukungan dan perlindungan kepada nelayan-nelayan Indonesia yang beroperasi di wilayah sengketa.
- Indonesia bersedia melakukan negosiasi bilateral dengan Malaysia untuk mencari solusi damai atas sengketa tersebut dengan mengedepankan prinsip-prinsip hukum internasional, kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan kepentingan.
Indonesia juga membuka kemungkinan untuk melibatkan pihak ketiga atau lembaga arbitrase atau pengadilan internasional jika negosiasi bilateral tidak berhasil.
Soal :Bagaimana argumen yang dibangun oleh Indonesia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?
Jawaban:
1. Indonesia mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) yang menyebutkan bahwa landas kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya.
Indonesia berpendapat bahwa garis pangkalnya adalah garis pantai Kalimantan Timur, bukan garis pangkal kepulauan dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang diklaim Malaysia.
2. Indonesia juga mengacu pada perjanjian tapal batas landas kontinen yang telah ditandatangani bersama Malaysia pada tahun 1969 dan diratifikasi oleh kedua negara.
Perjanjian tersebut menetapkan batas-batas wilayah landas kontinen kedua negara berdasarkan prinsip-prinsip hukum laut internasional, seperti kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan kepentingan.
3. Indonesia menolak klaim dan tindakan provokasi Malaysia yang mengingkari perjanjian tersebut dengan menerbitkan peta baru pada tahun 1979 yang memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya.
Indonesia menganggap peta tersebut sebagai upaya unilateral dan ilegal untuk merebut wilayah yang sah milik Indonesia.