Siapa Sangka, Sosok Dokter Kandungan Ini Punya Peran Penting Dalam Lahirnya Pancasila

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Ketika menjadi Ketua BPUPKI itulah Dokter Radjiman Wedyodiningrat sempat bertanya kepada Soekarno soal dasar negara. Muncullah Pancasila.
Ketika menjadi Ketua BPUPKI itulah Dokter Radjiman Wedyodiningrat sempat bertanya kepada Soekarno soal dasar negara. Muncullah Pancasila.

Ketika menjadi Ketua BPUPKI itulah Dokter Radjiman Wedyodiningrat sempat bertanya kepada Soekarno soal dasar negara. Muncul Pancasila.

Intisari-Online.com -Pada 29 April 1945, Jepang membentuk sebuah badan untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Badan itu diberi nama Dokuritsu Jumbi Cosakai atau dalam istilah Indonesia: Badana Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Sosok yang ditugaskan memimpin badan ini adalah seorang dokter bernama Radjiman Wedyodiningrat.

Tujuan pembentukan BPUPKI setidaknya ada dua.

Pertama, untuk menarik simpati rakyat Indonesia untuk membantu Jepang dalam perang melawan Sekutu.

Kedua, mempelajari dan menyelidiki sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka atau mengenai tata pemerintahan Indonesia merdeka.

Yang tak bisa dilupakan tentu saja, di momen inilah ide tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Menarik untuk menelisik lebih jauh, kenapa Dokter Radjiman ditunjuk sebagai ketua organ ini?

Dokter Radjiman Wedyodiningrat merupakan salah satu pemikir yang membidani kelahiran bangsa Indonesia.

Status sebagai dokter tidak menghalangi Radjiman Wedyodiningrat untuk berjuang melalui pemikiran-pemikiran untuk kemerdekaan bangsanya.

Radjiman terlibat dalam sejumlah organisasi pergerakan nasional.

Mulai dari Budi Utomo hingga Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Sebaliknya, aktif dalam organisasi pergerakan nasional tidak membuatnya lalai dalam tugas sebagai dokter.

Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat di Dalat, Vietnam menemui Marsekal Terauchi, 11 Agustus 1945. Berikut ini perbedaan dan persamaan tiga jenis historiografi di Indonesia.
Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat di Dalat, Vietnam menemui Marsekal Terauchi, 11 Agustus 1945. Berikut ini perbedaan dan persamaan tiga jenis historiografi di Indonesia.

Radjiman juga bukan dokter sembarangan, dia adalah dokter lulusan Sekolah Dokter Tinggi di Amsterdam dan tercatat sebagai dokter Keraton Solo.

Radjiman Wedyodiningrat lahir di Desa Melati, Kampung Glondongan, Yogyakarta pada tanggal 21 April 1879.

Meski lahir di Yogyakarta, namun Radjiman memiliki darah Gorontalo dari sang ibu.

Sementara ayahnya bernama Sutodrono.

Sutodrono ini masih tercatat sebagai saudara tokoh nasional Wahidin Sudirohusodo.

Dengan demikian, Radjiman terhitung sebagai keponakan Wahidin.

Lahir dari keluarga biasa, membuat Radjiman harus ditempat beratnya kehidupan sejak kecil.

Dalam satu catatan disebutkan Radjiman awalnya hanya mengikuti pelajaran dari luar jendela kelas saat mengantar anak Dokter Wahidin.

Lalu guru Belanda yang iba akhirnya mempersilakan Radjiman untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran.

Radjiman berhasil menyelesaikan pendidikan di Europese Lagere School (ELS) pada tahun 1893.

Radjiman kemudian melanjutkan studi di STOVIA atau Sekolah Dokter Jawa di Batavia, dan berhasil lulus pada tahun 1899.

Sejak saat itu, Radjiman mendapat tugas kedokteran dari pemerintah Hindia Belanda ke beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kota-kota yang pernah menjadi tempat tugas Radjiman antara lain Banyumas, Purworejo, Semarang, Madiun, Sragen, dan Lawang.

Keluar dari dokter pemerintah, jadi dokter Keraton Solo

Pada 1905 Radjiman memutuskan mundur sebagai dokterpemerintah Hindia Belanda.

Sebagai gantinya, Radjiman memilih untuk mengabdikan diri sebagai dokter Keraton Solo atau Kasunanan Surakarta yang saat itu dipimpin Pakubuwono X.

Jasa dan pengabdian Radjiman Wedyodiningrat dilingkungan keraton membuat Pakubuwono X memberikan gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT).

Selain itu, Radjiman juga mendapat kesempatan untuk belajar ke luar negeri dengan dibiayai dari keraton.

Radjiman mengenyam pendidikan di Amsterdam, Belanda dan mendapat gelar Europees Art pada tahun 1910.

Kemudian dia melanjutkan studi di bidang Ilmu Kebidanan di Berlin, Jerman.

Lalu kembali ke Amsterdam untuk memperdalam Ilmu Rontgenologie pada tahun 1919.

Berikutnya, Radjiman pindah lagi ke Paris, Prancis untu memperdalamilmu Gudascope Urinoir pada tahun 1931.

Radjiman Wedyodiningrat tetap aktif dalam pergerakan nasional di tengah kesibukannya di dunia kedokteran.

Radjiman tercatat sebagai salah satu pendiri Budi Utomo, dan menjadi ketua organisasi itu pada 1914-1915.

Selama periode tahun 1918-1931, Radjiman menjadi anggota Dewan Rakyat atau Volksraad untuk perwakilan Budi Utomo.

Perjuangannya tetap berlanjut meski Tanah Air dikuasai oleh militer Jepang.

Awalnya Radjiman menjadi anggota Dewan Pertimbangan Daerah (Shu Sangi kai) Madiun.

Kemudian dia diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi in).

Foto-foto Radjiman yang terpasang di dinding rumahnya.
Foto-foto Radjiman yang terpasang di dinding rumahnya.

Saat Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat atau Putera, Radjiman ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota Majelis Pertimbangan.

Namun situasi pendudukan Jepang mulai melemah seiring dengan situasi Perang Asia Timur Raya yang sudah menghimpit negara itu.

Jepang lantas menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

BPUPKI dibentuk pada akhir Mei 1945, dengan Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketuanya.

Melalui BPUPKI yang dipimpin Radjiman inilah para bapak bangsa mendiskusikan tentang dasar negara Indonesia jika merdeka kelak.

Dalam periode BPUPKI ini pula muncul gagasan tentang Pancasila hingga Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945.

Kerja BPUPKI lantas diterukan atau dilanjutkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai Soekarno.

Pada akhirnya, bangsa Indonesia berhasil mendapatkan kemerdekaannya sendiri pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah kemerdekaan, Radjiman Wedyodiningrat masih terus memberikan sumbangsih pemikiran kepada bangsa Indonesia.

Radjiman tercatat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Selain itu Radjiman juga menjadi pemimpin sidang DPR pertama saat Indonesia kembali menjadi NKRI dari RIS.

Radjiman Wedyodiningrat meninggal dunia pada 20 September 1952 di Desa Dirgo, Widodaren, Ngawi.

Jenasahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta, berdekatan dengan makam Dokter Wahidin Sudirohusodo.

Dokter KRT Radjiman Wedyodiningrat ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2013.

Artikel Terkait