Intisari-online.com - Apakah Anda tahu bahwa utang pemerintah Indonesia saat ini sudah mencapai Rp7.000 triliun?
Jumlah ini setara dengan 38% dari produk domestik bruto (PDB) kita. Artinya, setiap warga Indonesia memiliki utang sekitar Rp26 juta kepada pihak asing.
Tidak hanya itu, utang pemerintah juga terus bertambah setiap bulannya. Pada akhir Maret 2023, utang pemerintah mencapai Rp7.879 triliun, naik Rp 17 triliun dari Februari 2023.
Pada akhir Januari 2023, utang pemerintah mencapai Rp 7.754 triliun, naik Rp 702 triliun dari akhir tahun 2022.
Utang pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu surat berharga negara (SBN) dan pinjaman dari dalam dan luar negeri.
SBN adalah instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah untuk mendapatkan dana dari pasar keuangan. Pinjaman adalah dana yang dipinjam oleh pemerintah dari lembaga keuangan multilateral, bilateral, atau komersial.
SBN masih mendominasi utang pemerintah dengan nilai Rp7.013 triliun pada akhir Maret 2023. SBN terbagi menjadi dua jenis, yaitu SBN dalam mata uang rupiah (domestik) dan SBN dalam mata uang asing (valas).
SBN domestik mencapai Rp5.658 triliun, sedangkan SBN valas mencapai Rp 1.354 triliun.
Pinjaman hanya sebesar Rp865 triliun pada akhir Maret 2023.
Pinjaman terutama berasal dari luar negeri sebesar Rp844 triliun, yang terdiri dari pinjaman multilateral (misalnya Bank Dunia), bilateral (misalnya Jepang), dan bank komersial (misalnya Citibank). Pinjaman dari dalam negeri hanya sebesar Rp21 triliun.
Lalu, apa dampak dari utang pemerintah yang terus meningkat ini?
Salah satu dampaknya adalah beban bunga yang harus dibayar oleh pemerintah kepada para kreditur. Bunga adalah imbalan yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai kompensasi atas penggunaan dana.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, beban bunga utang pemerintah pada tahun anggaran 2023 mencapai Rp314 triliun.
Jumlah ini setara dengan 10% dari total belanja negara yang sebesar Rp3.137 triliun.
Artinya, setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah, sepuluh sennya digunakan untuk membayar bunga utang.
Jika dihitung per detik, beban bunga utang pemerintah mencapai Rp9,9 juta. Jika dihitung per kapita, beban bunga utang pemerintah mencapai Rp1.150 per tahun.
Jumlah ini mungkin terlihat kecil bagi Anda yang berpenghasilan tinggi, tetapi bagi rakyat miskin yang hidup di bawah garis kemiskinan, jumlah ini sangat besar.
Beban bunga utang pemerintah ini akan semakin besar jika suku bunga global naik. Suku bunga global adalah tingkat imbal hasil yang ditawarkan oleh pasar keuangan internasional kepada para investor.
Suku bunga global dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi global, inflasi, kebijakan moneter, risiko geopolitik, dan lain-lain.
Saat ini, suku bunga global sedang mengalami kenaikan seiring dengan pemulihan ekonomi di negara-negara maju pasca pandemi Covid-19.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa mulai menaikkan suku bunga acuan mereka untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Kenaikan suku bunga global ini berdampak negatif bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki utang dalam mata uang asing. Karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika akan melemah seiring dengan kenaikan permintaan dolar oleh investor global.
Akibatnya, nilai utang dalam rupiah akan meningkat dan beban bunga juga akan meningkat.
Selain itu, kenaikan suku bunga global juga akan menurunkan minat investor untuk membeli SBN Indonesia.
Karena imbal hasil SBN Indonesia akan menjadi kurang menarik dibandingkan dengan imbal hasil aset keuangan lainnya di pasar global. Alhasil, harga SBN Indonesia akan turun dan yield atau tingkat imbal hasilnya akan naik.
Yield adalah tingkat imbal hasil yang diperoleh oleh investor jika membeli SBN pada harga pasar saat ini dan menyimpannya hingga jatuh tempo. Yield berbanding terbalik dengan harga SBN. Semakin rendah harga SBN, semakin tinggi yield nya dan sebaliknya.
Kenaikan yield SBN Indonesia ini akan meningkatkan biaya pembiayaan bagi pemerintah.
Karena pemerintah harus menawarkan yield yang lebih tinggi untuk menarik investor agar mau membeli SBN baru yang diterbitkan oleh pemerintah untuk mendapatkan dana segar. Akibatnya, beban bunga juga akan meningkat.