Dia juga bersahabat dengan murid lainnya, yaitu Syekh Palintaran.
Keduanya mewarisi ilmu dari Mbah Bantarbolang, dan menjadi pribadi yang sangat tangguh secara lahir dan batin.
Mereka juga memiliki banyak karamah dan keistimewaan sebagai Wali Allah.
Suatu hari, Mbah Bantarbolang memutuskan untuk meninggalkan padepokannya secara diam-diam.
Dia ingin memberikan kesempatan kepada Syekh Pandan Jati dan Syekh Palintaran untuk memimpin padepokannya secara bersama-sama.
Namun, kepergiannya membuat mereka merasa kehilangan.
Mereka berusaha mencari Mbah Bantarbolang dengan bantuan mata batin mereka.
Akhirnya, Syekh Pandan Jati berhasil menemukan Mbah Bantarbolang di sebuah tempat terpencil.
Dia meminta Mbah Bantarbolang untuk kembali ke padepokannya, namun ditolak.
Mbah Bantarbolang malah meminta Syekh Pandan Jati untuk menggantikannya sebagai pemimpin padepokannya.
Sebagai murid yang berbakti, Syekh Pandan Jati pun menerima titah gurunya itu.
Baca Juga: Warisan Bela Diri Mataram Islam, Dari Turnamen Kuda Bertombak hingga Pencak Silat
Syekh Pandan Jati memimpin padepokannya dengan bijaksana dan adil. Dia juga terus menyebarkan Islam di wilayah Pemalang dan sekitarnya.
Dia banyak membantu masyarakat dengan ilmu dan karamahnya. Dia juga dikenal sebagai orang yang rendah hati, zuhud, dan wara'.
Dia tidak pernah menyombongkan diri sebagai mantan pembesar Mataram.
Syekh Pandan Jati wafat pada tahun 1586 Masehi dalam usia 70 tahun.
Jenazahnya dimakamkan di Desa Bantarbolang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang.
Makamnya menjadi tempat ziarah bagi banyak orang yang mengagumi kisah hidupnya.
Demikianlah kisah Syekh Pandan Jati, dari pembesar Mataram yang difitnah korupsi hingga menjadi Wali di Pemalang.
Kisah ini mengajarkan kita tentang sabar dalam menghadapi cobaan, tawakal kepada Allah dalam segala hal, serta ikhlas dalam beramal tanpa pamrih.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR