Intisari-online.com - Antara hobi dan uang di dompet kadang berseberangan. Alias hobi menguras uang di dompet. Di mata orang yang jeli, hobi memang bisa disulap menjadi tambang uang. Baik yang sekadar iseng atau serius. Baik hobi yang sepanjang zaman seperti koleksi perangko atau yang angin-anginan seperti yang menjamur saat ini: lari. Prinsipnya, semua hobi bisa menghasilkan uang, demikian kata Safitri Siswono, pengajar soal kewirausahaan di Prasetya Mulya Bussiness School.
Nick Woodman (40) bisa dijadikan contoh. Ia hobi berselancar (surfing). Agar aktivitasnya ini terekam tanpa perlu bantuan orang lain ia merakit sebuah kamera yang dicantolkan ke lengannya.Setelah melalui serangkaian pengembangan, akhirnya Nick melahirkan kamera yang seakan menjadi barang wajib penyuka olahraga luar ruangan. Ya, siapa tak kenal dengan kamera perekam merek GoPro?
Penjualan GoPro meningkat dua kali lipat setiap tahunnya sejak kamera itu diperkenalkan pada tahun 2004. Di 2012, tercatat 2,3 juta GoPro terjual senilai 521 juta dollar AS. Angka ini melambungkan Nick Woodman dalam jajaran orang terkaya se-Amerika Serikat nomer 386 versi Forbes.
Hanya saja, ada beberapa rambu sebelum memulai mengubah hobi menjadi bisnis. Yang pertama tentu saja ada permintaan. Enggak lucu ‘kan jika “berjualan” tapi tak ada yang membeli. Mengetes ada tidaknya permintaan ini bisa dari pengamatan atau melempar produk ke pasaran melalui berbagai sarana. Yang sedang ngetren saat ini media sosial.
Untuk yang pengamatan, maksudnya sudah terlihat dengan adanya produk di pasaran. Misalkan Anda hobi bersepeda, maka jika jualan sepeda pasti ada pasarnya. Tinggal mencari perbedaan dengan produk sejenis sehingga orang akan melirik sepeda yang Anda tawarkan.
Sementara untuk produk yang belum mapan misalnya pengelolaan kegiatan bersepeda jarak jauh. Sebagai contoh Anda punya rute sepedaan yang menarik. Anda bisa menjualnya melalui media sosial atau dari mulut ke mulut. Lihat tanggapan. Jika banyak yang menanggapi dan memakai jasa Anda, berarti pangsa pasarnya ada. Tinggal mengelolanya agar semakin berkembang.
Safitri menegaskan kepada mereka yang sudah terjun dalam bisnis dari hobi itu menyadari bahwa ada perbedaan besar antara hobi dan bisnis. ‘Di bisnis ada tekanan untuk meraih keuntungan. Belum ketika sudah memiliki karyawan. Semakin besar bisnis, tekanan semakin tinggi. Dan tak semua orang bisa memenuhi tekanan itu.”
Ketika bisnis semakin membesar, tak jarang kita berada di persimpangan jalan: sepenuhnya membesarkan bisnis dan melupakan hobi atau tetap menjalankan keduanya seiring tanpa kehilangan kapital, namun tak lagi bebas menjalankan hobi. Bagaimana mengatasinya? Mungkin kita bisa belajar dari kisah Jerry Aurum, Mendaur Hobi Mendulang Uang (link). Intinya, semua hobi bisa menghasilkan uang. So, jangan takut untuk mencoba!
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR