Intisari-online.com - Singkawang adalah kota di Kalimantan Barat yang terkenal dengan sebutan Kota Seribu Kuil karena banyaknya tempat ibadah Tionghoa yang tersebar di sana.
Kota ini juga dikenal dengan perayaan Cap Go Meh yang spektakuler dan meriah.
Salah satu tradisi unik yang menjadi magnet perayaan Cap Go Meh di Singkawang adalah pawai tatung.
Tatung adalah orang-orang yang menjadi medium bagi roh leluhur atau dewa-dewa dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa.
Mereka yang menjadi tatung diyakini memiliki kekuatan gaib dan bertindak di luar kesadarannya.
Mereka juga menunjukkan kekebalan tubuhnya terhadap benda-benda tajam seperti pisau, pedang, paku, kawat, besi, dan lain-lain.
Tatung biasanya memakai pakaian khas Tionghoa dengan warna-warna cerah dan aksesoris seperti topi, kipas, payung, atau bendera.
Mereka juga membawa senjata-senjata tajam yang digunakan untuk menusuk tubuh mereka sendiri atau lawan mereka.
Selain itu, mereka juga berjalan di atas bara api atau benda-benda tajam lainnya tanpa terluka sedikit pun.
Tradisi tatung ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan diyakini berasal dari suku Hakka yang bermigrasi dari Tiongkok Selatan ke Kalimantan.
Mereka melakukan ritual tatung sebagai bentuk tolak bala dan bersyukur kepada dewa-dewa atas hasil panen dan kesejahteraan hidup.
Baca Juga: Inilah Tau Tau, Tradisi Unik Pemakaman yang Menggambarkan Status dan Kekayaan Orang Toraja
Mereka juga percaya bahwa dengan menjadi tatung, mereka menjadi perantara antara manusia dan dewa.
Untuk menjadi tatung, tidak sembarang orang bisa melakukannya.
Biasanya, tradisi ini diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga atau komunitas tertentu.
Selain itu, para calon tatung juga harus menjalani beberapa syarat seperti berpuasa, tidak makan daging, tidak berhubungan badan, dan melempar kayu untuk mengetahui apakah mereka layak menjadi tatung atau tidak.
Setiap tahunnya, ribuan tatung dari berbagai kelompok dan kuil berkumpul di Singkawang untuk mengikuti pawai tatung yang menjadi puncak perayaan Cap Go Meh.
Pawai ini biasanya dimulai dari pagi hari hingga sore hari dan melintasi jalan-jalan utama di kota Singkawang.
Ribuan penonton dari dalam dan luar negeri memadati pinggir jalan untuk menyaksikan aksi-aksi ekstrem para tatung.
Pawai tatung ini bukan hanya sekadar hiburan semata, tetapi juga memiliki makna filosofis dan spiritual bagi masyarakat Singkawang.
Pawai ini merupakan simbol perpaduan antara budaya Tionghoa dan budaya lokal Kalimantan Barat.
Pawai ini juga merupakan wujud penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewa yang telah memberikan berkah dan perlindungan kepada masyarakat Singkawang.
Tradisi tatung ini telah menjadi salah satu warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan dan dikembangkan.
Baca Juga: Inilah Kebo-Keboan, Tradisi Unik Masyarakat Banyuwangi yang Berubah Menjadi Kerbau
Tradisi ini juga telah menjadi salah satu daya tarik wisata budaya yang unik dan menarik bagi para wisatawan.
Jugatelah mencatatkan beberapa rekor MURI sebagai pawai terbesar di dunia dengan jumlah peserta terbanyak.
Selain Singkawang, tradisi tatung juga ada di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Pontianak, Jakarta, Bogor, dan Medan.
Namun, tradisi tatung di daerah-daerah ini biasanya tidak sebesar dan seheboh di Singkawang.
Tradisi tatung juga memiliki variasi dan ciri khas tersendiri di setiap daerah.
Misalnya, di Pontianak, tradisi tatung disebut dengan Thian Ciu atau Tian Ciu.
Tradisi ini dilakukan pada hari ke-15 setelah Imlek atau Cap Go Meh.
Para tatung di Pontianak biasanya mengenakan pakaian berwarna merah dan membawa senjata-senjata tajam seperti pedang, pisau, trisula, dan lain-lain.
Mereka juga berjalan di atas bara api atau benda-benda tajam lainnya.
Di Jakarta, tradisi tatung disebut dengan Kie Tek atau Ki Tek.
Tradisi ini dilakukan pada hari ke-9 setelah Imlek atau Chap Goh Meh.
Para tatung di Jakarta biasanya mengenakan pakaian berwarna putih dan membawa senjata-senjata tajam seperti pedang, pisau, trisula, dan lain-lain.
Mereka juga berjalan di atas bara api atau benda-benda tajam lainnya.
Di Bogor, tradisi tatung disebut dengan Kie Tek atau Ki Tek.
Tradisi ini dilakukan pada hari ke-9 setelah Imlek atau Chap Goh Meh.
Para tatung di Bogor biasanya mengenakan pakaian berwarna putih dan membawa senjata-senjata tajam seperti pedang, pisau, trisula, dan lain-lain.
Mereka juga berjalan di atas bara api atau benda-benda tajam lainnya.
Di Medan, tradisi tatung disebut dengan Thian Ciu atau Tian Ciu. Tradisi ini dilakukan pada hari ke-15 setelah Imlek atau Cap Go Meh.
Para tatung di Medan biasanya mengenakan pakaian berwarna merah dan membawa senjata-senjata tajam seperti pedang, pisau, trisula, dan lain-lain.
Mereka juga berjalan di atas bara api atau benda-benda tajam lainnya.
Tradisi tatung merupakan salah satu bukti dari kekayaan budaya Indonesia yang patut kita banggakan dan lestarikan.
Juga menunjukkan toleransi dan kerukunan antara berbagai agama dan budaya yang hidup berdampingan di Indonesia.
Tradisi ini juga menunjukkan semangat dan kekuatan masyarakat Indonesia dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan yang ada.