Oleh karena itu, Sultan Agung memilih untuk mengirim utusan ke Mekkah untuk mewakilinya menunaikan ibadah haji pada 1640.
Dalam kunjungannya, utusan Sultan Agung mendapatkan gelar Sayyidin Panatagama Khalifatullah dari Raja Arab Saudi saat itu, Syaikh Muhammad bin Abdul Karim Al-Makki.
Gelar ini menunjukkan pengakuan dunia Islam terhadap kedudukan dan kewibawaan Sultan Agung sebagai pemimpin umat Islam di Nusantara.
Namun, meskipun sudah mengirim utusan, Sultan Agung tetap merasa belum puas dan ingin melihat langsung Ka’bah dengan mata kepala sendiri.
Oleh karena itu, ia melakukan tirakat atau latihan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam tirakatnya, ia memohon kepada Allah agar diberi kemudahan untuk bisa sujud di depan Ka’bah setiap hari Jumat.
Konon, doa Sultan Agung dikabulkan oleh Allah.
Ia diberi karomah atau keistimewaan untuk bisa pergi sujud ke Mekkah setiap hari Jumat dengan bantuan jin-jin yang taat padanya.
Konon, jin-jin tersebut akan membawa Sultan Agung terbang ke Mekkah dengan secepat kilat tanpa diketahui oleh siapa pun.
Sultan Agung akan sujud di depan Ka’bah dan kembali ke Mataram sebelum shalat Jumat berakhir.
Kisah ini berkembang di kalangan masyarakat dan menjadi mitos yang menunjukkan kesaktian dan ketaqwaan Sultan Agung.
Namun, apakah kisah ini benar-benar terjadi atau hanya sekadar dongeng belaka?
Sayangnya, tidak ada bukti sejarah yang kuat untuk membuktikan atau membantah kisah ini.
Kisah ini hanya didasarkan pada cerita lisan yang turun-temurun dari generasi ke generasi.
Meskipun demikian, kisah ini tetap memiliki nilai-nilai positif yang dapat kita ambil pelajaran darinya.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan Allah sebagai sumber segala kebaikan dan kemuliaan.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR