Soal Sejarah Kelas X: Berikan Solusi Mengatasi Tantangan Dalam Tradisi Sasi!

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Tradisi Sasi merupakan adat Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad lalu. Ada juga tantangannya.
Tradisi Sasi merupakan adat Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad lalu. Ada juga tantangannya.

Tradisi Sasi merupakan adat Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad lalu. Ada juga tantangannya.

Intisari-Online.com -Soal sejarah Kelas X: berikan solusi mengatasi tantangan dalam tradisi Sasi!

Sasi merupakan adat Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad lalu.

Tradisi ini sekaligus mencerminkan nilai-nilai kemaritiman tersebar di beberapa wilayah Indonesia bagian timur khususnya di Pulau Seram dan Pulau Haruku di Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.

Sasi ini mengatur kapan ikan lompa bisa dipanen oleh masyarakat.

Ikan lompa adalah sejenis ikan sarden yang terdapat di laut sekitar Pulau Haruku.

Prosesi Sasi (Buka dan Tutup Sasi)

Prosesi sasi diawali dari pusat sasi disebut batu kewang dipimpin oleh kewang desa bersangkutan.

Di sini dibacakan siriwei (ucapan tekat) oleh kapitan, memberikan nasehat dan disebarluaskan oleh marinyo (pembantu Raja yang bertugas menyampaikan berita kepada seluruh masyarakat) dengan menggunakan tabaos.

Larangan itu dinyatakan dengan matakao sebagai simbol kepemilikan.

Secara adat, pelaksanaan sasi ditentukan oleh hasil Rapat Dewan Adat (Saniri) yang wajib dilaksanakan Kepala Kewang (Latukeang, Kewano).

Kewang yang bertugas di darat disebut Kewang Darat dan yang bertugas di laut disebut Kewang Laut.

Dalam menjalankan tugas mereka dibantu oleh sekel masing-masing untuk lingkunagan darat dan laut, serta 40 kewang yang lain.

Kewang dipilih oleh Malesi, Pela, Denia, Waelo, Luhukay, Tuhepory Sela, Maujet Tung, Toyanate Latu.

Kegiatan sasi diawali dengan proses tutup sasi, yaitu masa berlakunya larangan.

Pada waktu yang telah ditentukan kepala kewang (petugas keamanan desa) dan para pembantunya menanam tanda-tanda sasi di sekeliling perbatasan desa di darat dan di laut.

Tanda-tanda sasi adalah potongan-potongan kayu bakar atau bambu yang dibungkus menggunakan anyaman daun kelapa mirip ketupat.

Pada malam hari sepanjang sasi yang biasanya berlangsung 3 sampai dengan 6 bulan, kewang dan pembantu-pembantunya memeriksa dengan meniup kulit bea (siput) besar serta meneriakan kata Sill eee! yang sama artinya dengan sasi!

Teriakan itu disambut warga dengan meneriakkan Seke eee!, berarti semoga menjadi kuat!

Kemudian, setelah tutup sasi dalam jangka waktu tertentu secara adat maka dilakukan ritual buka sasi.

Tantangan Tradisi Sasi dan Solusi untuk Mengatasi Tantangan Tersebut

Tantangan dari tradisi Sasi pada masa kini di antaranya konsistensi dalam melaksanakannya.

Hal ini karena dalam adat masyarakat Maluku, "Sasi" merupakan suatu cara dalam mengatur sumber daya alam.

Sasi berasal dari bahasa Bacaan yang berarti baiat, sumpah, atau janji.

Oleh karenanya solusi dari tantangan melaksanakan tradisi Sasi pada masa kini di antaranya:

- Melakukan penegasan tentang tradisi Sasi yang masih berlaku.

- Melakukan tumpuan atau pegangan yang didasari atas asas Ketuhanan karena semua agama memerintahkan untuk menjaga alam.

Itulah tadi solusi untuk mengatasi tantangan tersebut (konsistensi dalam melakukan Tradisi Sasi).

Artikel Terkait