Ratusan Tahun Menguasai Indonesia, Belanda Akhirnya Bertekuk Lutut Kepada Jepang Di Tempat Ini

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Di rumah sejarah Kalijati inilah Belanda mengakui kekalahannya atas Jepang pada 1942.
Di rumah sejarah Kalijati inilah Belanda mengakui kekalahannya atas Jepang pada 1942.

Di rumah sejarah Kalijati inilah Belanda mengakui kekalahannya atas Jepang pada 1942. Usia pendudukan Jepang di Indonesia sendiri juga seumur jagung.

Intisari-Online.com -Pemerintah kolonial Belanda resmi mengambil kekuasan terhadap Hindia Belanda sejak VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan.

Ketika itu tahun 1799.

Dan sejak itulah, Hindia Belanda dikontrol sepenuhnya oleh Kerajaan Belanda.

Tapi kita juga tahu, Belanda tidak bisa bercokol selama-lamanya di bumi Indonesia.

Setelah sekian perlawanan dari pejuang-pejuang lokal, Belanda justru akhirnya tak berkutik ketika harus berhadapan dengan militer Jepang.

8 Maret 1942, bertempat di sebuah rumah setengah kuno di Kalijati, Subang, Jawa Barat, Belanda mengakui kekalahan atas Jepang.

Jika tempat itu adalah rumah pesakitan bagi Belanda, bagi Jepang ia adalah bagian penting kekuasaan Dai Nippon di Asia Timur Raya.

Tanggal 28 Februari malam menjelang 1 Maret 1942, balatentara Jepang di bawah Vice Admiral Takashi mendaratkan pasukannya secara serentak di tiga tempat di Pulau Jawa.

Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mengepalai pendaratan di Merak dan Teluk Banten.

Kolonel Shoji beserta satuan angkatan udara yang disediakan untuk menggempur Pangkalan Udara Kalijati, mendarat di Pantai Eretan Wetan, Indramayu.

Pendaratan ketiga di Kranggan, dipimpin oleh Sakaguchi.

Jepang ternyata tidak mendapat kesulitan.

Pasukan pimpinan Shoji bersama-sama ± 3.000 anak buahnya dengan cepat bisa masuk ke daerah Kalijati maupun Subang.

Pangkalan Kalijati jatuh pada hari pertama pertempuran. Tentu saja hal itu merupakan pukulan berat bagi Belanda.

Usaha mereka untuk membalas lewat Purwakarta dan Subang gagal karena Jepang bertindak begitu cepat.

Pertempuran merambat ke Ciater dan Lembang. Dengan menguasai Lembang berarti pintu masuk ke Bandung sudah terbuka lebar-lebar.

Susah dibayangkan Bandung bisa dipertahankan tanpa dukungan angkatan udara dari Pangkalan Kalijati.

Untungnya, tanggal 6 Maret Belanda sudah memutuskan: tidak akan ada perang di dalam Kota Bandung.

Soalnya, penduduk Kota Bandung padat.

Sabtu, tanggal 7 Maret 1942, situasinya semakin genting. Belanda semakjn terdesak.

Maka Gubernur Jenderal Jhr. mr. A.W. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer maupun Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal H. Ter Poorten mengirim Mayor Jenderal Pesman untuk mengadakan hubungan dengan komandan tentara Jepang.

Maksudnya ingin merundingkan penyerahan sebagian daerah Garut-Purwakarta, termasuk Kota Bandung yang terancam, bukan seluruh Hindia Belanda.

Jepang dan Belanda pun berhenti tembak-menembak.

Keesokan harinya utusan Jepang, Kapten Yamashita, datang ke tempat Pesman di Gedung Isola (kini Bumi Siliwangi), bukan untuk berunding tapi untuk memberi tahu bahwa Letjen Imamura, Panglima Tertinggi Pasukan Pendarat, hanya mau berunding dengan Gubjen dan Panglima AD.

Mereka harus secepatnya ke Subang untuk menemuinya.

Padahal pertemuan semacam itu biasanya hanya terjadi kalau akan ada penyerahan mutlak, dan hal ini tidak diinginkan oleh Belanda.

Namun, bagi Belanda tidak ada mah seorang perwira sekolah pilihan lain.

Akhirnya Gubjen Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan Panglima AD Ter Poorten berangkat ke Kalijati untuk berunding dengan Letjen Imamura.

Tempat yang dipilih adalah rumah seorang perwira sekolah penerbang Hindia Belanda.

Karena Letjen Imamura yang datang dari Batavia baru tiba di Kalijati sore hari, maka perundingan pun baru terlaksana pada sore hari, tanggal 8 Maret 1942.

Dalam perundingan itu, Letjen Imamura menuntut Belanda menyerahkan seluruh kekuasaan atas Hindia Belanda tanpa syarat.

Semula pihak Belanda merasa berat menerima tuntutan itu dan berusaha mengulur-ulur waktu, tapi sekali lagi mereka tidak bisa mengelak dari tindakan tegas pihak Jepang.

Akhirnya Letjen Ter Poorten menandatangani naskah penyerahan yang sudah disiapkan oleh pihak Jepang.

Hari itu jatuhlah kekuasaan Belanda di Indonesia ke tangan Jepang.

Tahun 1942, tempat tersebut masih susah dicapai melalui jalan darat, sampai-sampai Letjen Imamura memerlukan waktu sehanan untuk tiba di sana dari Batavia.

Pangkalan AU Kalijati dulu dibangun Belanda untuk mempertahankan kota-kota di Jawa Barat.

Meskipun landasan pangkalan itu masih merupakan tanah lapang berumput yang dikeraskan, namun sudah memungkinkan pesawat-pesawat tempur waktu itu terbang dan mendarat dengan leluasa.

Tidak urung Jepang bisa merebutnya pada hari pertama penyerbuan mereka.

Pangkalan itu dikelilingi oleh kebun tebu yang lebat, sehingga bila dilihat dari ketinggian nampak seperti lapangan bola yang besar.

Sampai kini tempat itu masih dipergunakan untuk latihan terbang layang maupun terjun payung.

Pesawat-pesawat yang tersirnpan di hanggar masih terawat dengan baik. Kalau perlu masih bisa diterbangkan.

Maka itu dinamakan museum hidup. Pemandangan di sepanjang jalan menuju ke sana cukup menartk, dan yang lebih menyenangkan, kendaraan yang lewat belura sepadat jalur Puncak.

Bukan cuma itu yang bisa ditawarkan daerah tersebut. Kalijati yang terletak antara Cikampek dan Subang itu letaknya tidak jauh dari daerah wisata Ciater yang memiliki pemandian air panas.

Pulangnya Anda bisa mampir lagi ke Maribaya, Lembang maupun Tangkuban Perahu.

Artikel Terkait