Dijuluki Macan Asia Oleh Belanda, Begini Kehebatan Legiun Mangkunegara Pasukan Elite Ala Jawa

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Belanda menyebut Legiun Mangkunegaran sebagai Macan Asia. Pasukan elite ala Jawa ini pernah berperang di beberapa pertempuran.
Belanda menyebut Legiun Mangkunegaran sebagai Macan Asia. Pasukan elite ala Jawa ini pernah berperang di beberapa pertempuran.

Belanda menyebut Legiun Mangkunegaran sebagai Macan Asia. Pasukan elite ala Jawa ini pernah berperang di beberapa pertempuran.

Intisari-Online.com -Legiun Mangkunegaran tak hanya dikagumi kalangan dalam negeri.

Belanda juga memuji pasukan elite bikinan Mangkunegara II itu.

Bagaimana kehebatan Legiun Mangkunegaran?

Legiun Mangkunegaran adalah bala tentara milik Praja Mangkunegaran yang pernah menjadi kesatuan militer terbaik di Asia pada masanya.

Legiun Mangkunegaran dibentuk oleh Mangkunegara II pada 1808 dengan mengadopsi militer Prancis, Grande Armee, yang menjadi angkatan darat terkuat di dunia saat itu.

Hasilnya, Legiun Mangkunegaran berkembang menjadi kesatuan militer terbaik dan paling modern di Asia yang mampu memenangkan banyak pertempuran.

Legiun Mangkunegaran dijuluki sebagai Macan Asia oleh Belanda karena kehebatan mereka dalam bertempur dan kemampuan mereka yang setara dengan militer Eropa pada masanya.

Legiun Mangkunegaran dapat ditelusuri dari tradisi kemiliteran yang diletakkan oleh Pangeran Sambernyawa atau Mangkunegara I.

Selama Mangkunegara I berkuasa (1757-1795), terdapat pasukan gerilya yang berjuang sebagai satuan militer Praja Mangkunegaran.

Pasukan tersebut kemudian dikembangkan oleh Mangkunegara II menjadi Legiun Mangkunegaran pada 1808.

Legiun Mangkunegaran dibentuk dengan mengadopsi persenjataan, taktik, organisasi, hingga penampilan fisik Grande Armee, yang berada di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte.

Tidak hanya itu, nama legiun sendiri juga diadopsi dari bahasa Perancis, yaitu Legionnaire, yang berarti pasukan bala tentara.

Legiun Mangkunegaran dibentuk dengan tugas utama untuk menghadapi pemberontakan rakyat dan sebagai cadangan pasukan Hindia Belanda.

Pada masa itu, Perang Napoleon tengah meletus di Eropa antara Perancis dan negara bawahannya melawan Inggris, Rusia, Prusia, Austria, dan Kekaisaran Romawi Suci.

Perang ini juga melebar hingga ke kawasan Afrika Utara dan Kepulauan Hindia, salah satunya adalah Hindia Belanda.

Ketika Belanda jatuh ke tangan Perancis, Hindia Belanda secara tidak langsung juga berada di bawah pemerintahan Perancis.

Melihat hal ini, Inggris mulai merencanakan usaha untuk menginvasi Hindia Belanda terutama Jawa agar kekuatan pendukung Perancis di sana bisa dilumpuhkan sehingga mampu mengamankan posisi Inggris di kawasan Malaya dan India.

Untuk mempertahankan Hindia Belanda, khususnya Jawa, dari serangan Inggris, Napoleon Bonaparte mengirim Herman Willem Daendels.

Daendels melakukan berbagai macam upaya dalam mempertahankan Jawa, seperti mendirikan instalasi perang (benteng, barak, gudang amunisi, dan lain sebagainya) serta membangun sebuah jalan penghubung antar kota di pesisir utara Jawa.

Selain itu, Daendels juga melakukan upaya pengumpulan pasukan bantuan dari kerajaan-kerajaan kecil di Jawa, salah satunya adalah Mangkunegaran.

Kepada Praja Mangkunegaran, Daendels kemudian menetapkan pembentukan sebuah satuan militer setingkat legiun, yang kemudian dikenal sebagai Legiun Mangkunegaran.

Meskipun Legiun Mangkunegaran terdiri dari prajurit pribumi, tetapi mereka diatur dan dipersenjatai sesuai dengan prajurit dari Eropa.

Sehingga membuat Legiun Mangkunegaran menjadi kesatuan militer paling modern pertama di kawasan Asia pada awal abad ke-19, jauh sebelum modernisasi militer Siam dan Jepang yang terjadi puluhan tahun ke depan.

Legiun Mangkunegaran dijuluki sebagai Macan Asia oleh Belanda karena kehebatan mereka dalam bertempur dan kemampuan mereka yang setara dengan militer Eropa pada masanya.

Legiun Mangkunegaran terlibat dalam berbagai pertempuran, baik melawan pemberontakan rakyat maupun melawan musuh asing.

Beberapa pertempuran yang dimenangkan oleh Legiun Mangkunegaran antara lain adalah penumpasan bajak laut di Bangka (1819-1820), Perang Jawa (1825-1830), dan Perang Aceh II (1873-1904).

Legiun Mangkunegaran juga mendapat penghargaan dari Belanda atas jasa-jasa mereka dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Jawa.

Pada tahun 1818, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles memberikan bintang jasa kepada Mangkunegara II dan para perwira Legiun Mangkunegaran.

Pada tahun 1830, Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch memberikan gelar ksatria kepada Mangkunegara III dan para perwira Legiun Mangkunegaran.

Namun, Legiun Mangkunegaran tidak selamanya setia kepada Belanda.

Pada tahun 1825, ketika Perang Jawa meletus antara Pangeran Diponegoro dan Belanda, Legiun Mangkunegaran sempat berpihak kepada Diponegoro dan melawan Belanda.

Hal ini disebabkan oleh ketidakpuasan Mangkunegara III terhadap perlakuan Belanda yang semakin mengekang otonomi Praja Mangkunegaran.

Namun, pada tahun 1827, setelah mendapat tekanan dari Belanda dan ancaman dari Mataram, Mangkunegara III kembali berdamai dengan Belanda dan menyerahkan sebagian besar pasukan Legiun Mangkunegaran kepada Belanda.

Legiun Mangkunegaran akhirnya dibubarkan pada tahun 1904 setelah Perang Aceh II berakhir.

Hal ini disebabkan oleh kebijakan Belanda yang menghapuskan semua kesatuan militer pribumi di Hindia Belanda dan menggantinya dengan Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Para prajurit Legiun Mangkunegaran kemudian dimasukkan ke dalam KNIL atau diberhentikan dengan hormat.

Legiun Mangkunegaran memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan militer Indonesia saat ini.

Legiun Mangkunegaran menjadi contoh bagi pasukan-pasukan pribumi lainnya yang ingin memodernisasi diri dan mengadopsi teknologi militer dari Eropa.

Legiun Mangkunegaran juga menjadi cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang lahir pada tahun 1945 sebagai pasukan perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Artikel Terkait