Intisari-online.com - Tanggal 17 Agustus 1945 adalah hari yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Pada hari itu, Soekarno dan Mohammad Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan di depan rakyat yang berkumpul di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
Teks proklamasi tersebut merupakan hasil perumusan yang dilakukan semalam suntuk di rumah Laksamana Maeda, seorang perwira tinggi Jepang yang bersimpati dengan perjuangan Indonesia.
Rumah Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat, kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Di rumah itu, Soekarno dan Hatta bersama Achmad Soebardjo dan Sayuti Melik berdiskusi dan berdebat untuk menyusun teks proklamasi yang singkat dan jelas.
Mereka juga mendapat bantuan dari Sukarni dan BM Diah dari golongan pemuda yang menuntut kemerdekaan segera.
Perumusan teks proklamasi dimulai sekitar pukul 22.00 pada 16 Agustus 1945 dan baru selesai sekitar pukul 04.00 pada 17 Agustus 1945.
Waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 1364 Hijriah.
Mohammad Hatta yang berpuasa harus sahur dengan menu seadanya yang disiapkan oleh Satsuki Mishina, asisten rumah tangga Maeda.
Menurut buku Menuju Gerbang Kemerdekaan (2011) karya Mohammad Hatta, ia menyantap roti, telur, dan ikan sarden yang dimasak di rumah Maeda sebagai menu sahur.
Sementara itu, Soekarno tidak berpuasa karena sedang sakit malaria. Menu sahur lain yang disiapkan di rumah Maeda adalah nasi goreng.
Saat sahur, mereka masih terus berdiskusi untuk menentukan lokasi pembacaan teks proklamasi.
Sukarni mengusulkan Lapangan Ikada agar rakyat banyak dapat menyaksikan momen bersejarah itu.
Namun, Soekarno menolak karena khawatir akan terjadi insiden dengan tentara Jepang yang masih menguasai lapangan tersebut.
Akhirnya, mereka sepakat untuk membacakan teks proklamasi di rumah Soekarno di Pegangsaan Timur Nomor 56.
Sayuti Melik ditugaskan untuk mengetik naskah proklamasi dengan mesin ketik yang ada di Konsulat Jerman dekat rumah Maeda.
Setelah sahur dan menyelesaikan tugasnya, mereka bubar dan pulang ke rumah masing-masing.
Mohammad Hatta mengatakan bahwa ia baru tidur setelah shalat subuh dan bangun sekitar pukul 08.30.
Ia mandi, bercukur, dan bersiap-siap untuk berangkat ke Pegangsaan Timur 56. Ia tiba di sana lima menit sebelum teks proklamasi dibacakan.
Ia mengatakan bahwa ia selalu tepat waktu dan tidak pernah membuat orang khawatir.
Pembacaan teks proklamasi berlangsung dengan khidmat dan meriah.
Rakyat bersorak-sorai dan menangis haru menyaksikan lahirnya negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Baca Juga: Peran Pedagang Islam dalam Menyebarkan Tradisi Sahur di Kerajaan Islam Nusantara
Bendera merah putih dinaikkan sebagai lambang kebangsaan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan sebagai lagu kebangsaan.