Intisari-online.com - Malaka adalah sebuah kota pelabuhan yang strategis dan kaya di Semenanjung Malaya.
Kota ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan barang-barang lainnya antara Asia dan Eropa.
Pada tahun 1511, Malaka ditaklukkan oleh bangsa Portugis yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Portugis kemudian membangun benteng dan monopoli perdagangan di Malaka.
Tindakan Portugis ini menimbulkan kebencian dan perlawanan dari kerajaan-kerajaan Islam di sekitarnya, terutama Aceh dan Johor.
Aceh adalah sebuah kesultanan yang berkuasa di Sumatera Utara dan memiliki armada laut yang kuat.
Johor adalah sebuah kerajaan yang merupakan penerus dari Majapahit dan bersekutu dengan Aceh.
Aceh dan Johor berusaha untuk mengusir Portugis dari Malaka dengan melakukan serangan-serangan militer.
Serangan pertama dilakukan oleh Aceh pada tahun 1537, tetapi gagal. Serangan kedua dilakukan oleh Johor pada tahun 1548, tetapi juga gagal.
Lalu, seranganketiga dilakukan oleh gabungan Aceh dan Johor pada tahun 1568, tetapi juga gagal.
Serangan keempat dilakukan oleh Aceh pada tahun 1629, dengan mengirimkan 19.000 prajurit dalam 200 kapal.
Aceh tidak menyerah begitu saja setelah kekalahan besar di Malaka pada tahun 1629.
Baca Juga: Kisah Tragis Pangeran Diponegoro yang Dikhianati oleh Kekasihnya Sendiri
Aceh terus mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan balasan dari Portugis.
Selain itu, Kesultanan Aceh juga berusaha mencari sekutu-sekutu dari negara-negara Islam lainnya, seperti Turki Utsmani, Persia, dan Gujarat.
Pada tahun 1631, Aceh mendapat bantuan dari Turki Utsmani berupa 12 kapal perang yang dipimpin oleh seorang laksamana bernama Suleiman Pasha.
Kapal-kapal ini membawa persenjataan, tentara, dan ahli-ahli militer yang dapat membantu Aceh dalam melawan Portugis.
Aceh juga mendapat bantuan dari Johor, yang merupakan sekutu lama Aceh dalam mengusir Portugis dari Malaka.
Pada tahun 1632, Aceh dan Johor bersama-sama menyerang Malaka dengan armada laut yang besar.
Serangan ini berhasil mengejutkan Portugis dan mengakibatkan kerusakan besar pada benteng dan kapal-kapal mereka.
Namun, serangan ini juga mengalami hambatan karena adanya perselisihan antara Suleiman Pasha dengan Sultan Iskandar Muda.
Suleiman Pasha menuntut agar Aceh tunduk kepada Turki Utsmani sebagai penguasa Islam tertinggi.
Sultan Iskandar Muda menolak tuntutan ini dan menganggap Suleiman Pasha sebagai tamu yang harus hormat kepada tuan rumah.
Baca Juga: Kisah Demang Lehman, Bermodal 300 Prajurit Taklukkan Benteng Belanda Saat Perang Banjar
Akibat perselisihan ini, serangan Aceh dan Johor menjadi kurang efektif dan tidak dapat menembus pertahanan Portugis.
Serangan ini akhirnya dihentikan pada tahun 1633 karena adanya perjanjian damai antara Aceh dan Portugis.
Perjanjian ini mengatur bahwa Aceh dan Portugis saling mengakui kedaulatan dan kebebasan berdagang di Selat Malaka.
Perjanjian ini juga mengakhiri permusuhan antara Aceh dan Portugis yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad.
Meskipun tidak berhasil merebut Malaka dari Portugis, pertempuran-pertempuran yang dilakukan oleh Aceh telah menunjukkan keberanian dan ketangguhan rakyat Aceh dalam mempertahankan tanah air dan agama mereka.
Pertempuran-pertempuran ini juga telah melemahkan kekuatan Portugis di Malaka dan membuka jalan bagi Belanda untuk mengambil alih kota pelabuhan tersebut pada tahun 1641.
Serangan ini merupakan yang terbesar dan terakhir dari Aceh terhadap Portugis di Malaka.
Pertempuran sengit berlangsung selama beberapa bulan, tetapi akhirnya Aceh mengalami kekalahan.
Portugis berhasil mempertahankan benteng mereka dengan bantuan sekutu-sekutu mereka dari Eropa dan Asia.