Balas dendam karena adiknya, Raden Mas Alit atau Pangeran Alit melakukan kudeta, Amangkurat I bantai 5.000 ulama Mataram Islam.
Intisari-Online.com -Dibanding sang ayah, Sultan Agung, Amangkurat I bisa dibilang sebagai kebalikannya.
Alih-alih kejayaan, di masa Amangkurat 1-lah banyak gejolak di internal Mataram Islam.
Salah satunya adalah pemberontakan Raden Mas Alit.
Upaya kudeta Raden Mas Alit yang gagal menyebabkan terjadinya pembantaian terhadap 5.000-6.000 ulama Mataram Islam.
Pembantaian itu disebut atas perintah susuhunan.
Amangkurat I adalah raja keempat dari Kesultanan Mataram Islam.
Dia memerintah dari 1646 hingga 1677.
Amangkurat I, yang bernama asli Raden Mas Sayyidin, merupakan putra Sultan Agung dan cicit dari Panembahan Senapati.
Gelar resminya adalahSusuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I.
Amangkurat sendiri berartimemangku bumi.
Amangkurat I mewarisi wilayah Mataram yang sangat luas dan kuat dari ayahnya.
Beragam upaya dia lakukan untuk membawa stabilitas di Tanah Jawa.
Tapi dia menghadapi begitu banyak tantangan dan pemberontakan.
Bantai 5.000 ulama
Salah satu keputusan kontroversial yang ia buat adalah memindahkan ibu kota Mataram dari Keraton Karta ke Keraton Plered.
Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan para pejabat dan rakyat Mataram.
Amangkurat I juga dikenal sebagai raja yang kejam dan diktator yang tidak segan-segan membunuh orang-orang yang tidak sejalan dengan kebijakannya.
Bahkan termasuk anggota keluarga kerajaan dan tokoh-tokoh berpengaruh.
Salah satu pemberontakan terbesar yang dia hadapi adalah dari adiknya sendiri, Pangeran Alit atau Raden Mas Alit, yang didukung oleh banyak rakyat dan ulama.
Pemberontakan ini berhasil dipadamkan, tetapi Amangkurat I kemudian melakukan pembantaian massal terhadap ribuan ulama yang dianggap sebagai musuhnya.
Sekitar 5.000-6.000 ulama dan anggota keluarga mereka dibunuh hanya dalam waktu kurang dari tiga puluh menit.
Pembantaian ini diperintahkan oleh Amangkurat I, motifnya balas dendam setelah dua hari sebelumnya muncul upaya kudeta dari Raden Mas Alit.
Kudeta itu memang gagal, tapi Amangkurat I sudah kadung murka.
Dia punmenumpas kelompok yang diduga bersekongkol dengan adiknya.
Ada empat pembesar keraton Mataram Islam yang dilibatkan dalam rencana pembantaian ini.
Mereka adalahPangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Ngabehi Wirapatra.
Keempatnya ditugaskan untuk bergerak cepat ke empat punjuru mata aning.
Pesan Amangkurat kepada para algojo itu: jangan ada satu pun pemuka agama yang lolos dalam pembantaian tersebut.
Pembantaian itu dimulai dengan bunyi meriam dari istana.
Amangkurat berupaya menyembunyikan keterlibatannya dalam pembantaian ini karena esoknya dia berpura-pura marah dan terkejut.
Dia menuduh para ulama sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas kematian Raden Mas Alit dan memaksa delapan pembesar untuk mengaku bahwa mereka telah merencanakan kudeta terhadap sunan.
Sumber sejarah lokal seperti Babad Tanah Jawi tidak mencatat peristiwa ini.
Kabur ke Tegal usai diserang Trunojoyo
Pada akhir masa pemerintahannya, Amangkurat I mengalami pemberontakan lain yang lebih besar dan berbahaya dari Trunajaya, seorang penguasa Madura yang bersekutu dengan Makassar.
Pemberontakan ini berhasil merebut Keraton Plered dan mengusir Amangkurat I dari ibu kota.
Amangkurat I terpaksa melarikan diri dan meminta bantuan dari VOC.
Dalam pelariannya, Amangkurat I jatuh sakit dan meninggal dunia pada tahun 1677 di Wanayasa, Banyumas.
Dia dimakamkan di Pasarean Tegalarum, Adiwerna, Tegal, dengan nama anumerta Sunan Tegalarum atau Sunan Tegalwangi.
Amangkurat I adalah raja Mataram yang kontroversial dan berpengaruh.
Dia meninggalkan warisan yang kompleks bagi putranya, Amangkurat II, yang harus melanjutkan perjuangan melawan Trunajaya dan VOC.
Masa pemerintahan Amangkurat I juga menandai awal dari kemunduran Mataram sebagai kekuatan utama di Jawa.