Soekarno dan Kennedy: Dua Pemimpin Karismatik yang Membangun Persahabatan di Tengah Perang Dingin

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Kisah persahabatan Presiden Soekarno dan John F Kennedy.
Kisah persahabatan Presiden Soekarno dan John F Kennedy.

Intisari-online.com - Perang Dingin adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketegangan politik dan ideologis antara blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet (USSR) setelah Perang Dunia II.

Perang Dingin berlangsung dari tahun 1947 hingga 1991 dan melibatkan berbagai konflik regional, perlombaan senjata nuklir, propaganda, spionase, dan intervensi di negara-negara berkembang.

Di tengah perang dingin, ada dua pemimpin dunia yang menonjol karena karisma dan visi mereka.

Mereka adalah Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, dan John F. Kennedy, presiden ke-35 AS.

Keduanya memiliki banyak kesamaan dalam latar belakang, kepribadian, dan cita-cita politik.

Keduanya juga membangun hubungan persahabatan yang hangat dan saling menghormati di tengah perbedaan kepentingan nasional mereka.

Soekarno adalah salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Ia adalah salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bersama dengan Mohammad Hatta.

Ia juga merupakan pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok.

Soekarno dikenal sebagai orator ulung yang mampu membangkitkan semangat rakyat Indonesia dengan pidato-pidatonya yang berapi-api.

Ia juga dikenal sebagai seorang nasionalis yang gigih dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia, terutama dalam masalah Irian Barat.

Baca Juga: Konsepsi Paham Kebangsaan Menurut Soekarno, Berikut Penjelasannya

John F. Kennedy adalah salah satu presiden AS yang paling populer dan dicintai oleh rakyatnya.

Ia adalah presiden termuda yang terpilih dalam sejarah AS pada usia 43 tahun pada tahun 1960.

Ia juga merupakan presiden AS pertama yang beragama Katolik. Kennedy dikenal sebagai seorang pemimpin yang cerdas, berwawasan luas, berani, dan berjiwa muda.

Ia juga dikenal sebagai seorang reformis yang berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat AS dengan program-program seperti New Frontier, Peace Corps, Alliance for Progress, dan Civil Rights Act.

Ia juga dikenal sebagai seorang negarawan yang berusaha menjaga perdamaian dunia dengan menghindari perang nuklir dengan USSR dalam krisis misil Kuba.

Soekarno dan Kennedy bertemu untuk pertama kalinya pada 24 April 1961 di Gedung Putih, Washington D.C.

Pertemuan ini merupakan undangan dari Kennedy sendiri yang ingin menjalin hubungan baik dengan Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asia Tenggara.

Dalam pertemuan ini, keduanya membahas berbagai isu penting seperti Irian Barat, komunisme, bantuan ekonomi, dan perdamaian dunia.

Meskipun ada beberapa perbedaan pendapat, keduanya menunjukkan sikap saling menghormati dan menghargai.

Kennedy menyambut kedatangan Soekarno dengan upacara militer dan pawai di jalan-jalan Washington D.C.

Ia juga membawa Soekarno ke kamar tidurnya sendiri di Gedung Putih untuk bercakap-cakap secara pribadi.

Baca Juga: Penyanyi Nomo Koeswoyo Meninggal Dunia: Ini Kisah Koeswoyo Bersaudara Pernah Dipenjarakan Bung Karno Gara-Gara Nyanyikan Lagu Ini

Ia juga mengajak Soekarno terbang bersama dengan helikopter kepresidenan AS.

Soekarno menjawab pertanyaan Kennedy dengan tegas bahwa Irian Barat adalah bagian dari Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara.

Ia juga menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah menyerah dalam memperjuangkan Irian Barat dari cengkeraman Belanda.

Ia bahkan bersedia berperang jika perlu. Kennedy menghargai sikap Soekarno dan mengatakan bahwa AS tidak akan mendukung kolonialisme.

Ia juga menawarkan bantuan ekonomi kepada Indonesia untuk membantu pembangunan nasional.

Selain Irian Barat, Soekarno dan Kennedy juga membahas masalah komunisme yang menjadi ancaman bagi AS.

Soekarno menjelaskan bahwa Indonesia tidak akan bergabung dengan blok Timur maupun blok Barat, tetapi akan tetap menjaga prinsip luar negeri bebas dan aktif.

Ia juga menegaskan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu partai politik yang sah di Indonesia dan tidak akan mengancam demokrasi.

Kennedy mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat dan berhak menentukan pilihannya sendiri.

Ia juga mengatakan bahwa AS tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

Soekarno dan Kennedy juga membahas masalah perdamaian dunia yang menjadi cita-cita bersama mereka.

Baca Juga: Menguak Teknologi Nuklir yang Dikembangkan Sejak Era Presiden Soekarno, Rupanya Sudah Secanggih Ini

Keduanya sepakat bahwa perang nuklir adalah bencana bagi umat manusia dan harus dicegah.

Keduanya juga sepakat bahwa negara-negara berkembang harus diberi kesempatan untuk berkembang tanpa tekanan dari negara-negara besar.

Keduanya juga sepakat bahwa Gerakan Non-Blok adalah salah satu cara untuk menciptakan keseimbangan kekuatan di dunia.

Keduanya juga sepakat bahwa Konferensi Asia Afrika (KAA) adalah salah satu wadah untuk mempererat kerjasama antara negara-negara Asia dan Afrika.

Soekarno dan Kennedy menunjukkan kekompakan dan keharmonisan dalam hubungan mereka. Keduanya saling memberi hormat dan pujian.

Keduanya saling memberi hadiah dan kenang-kenangan. Keduanya saling memberi dukungan dan bantuan. Keduanya saling memberi inspirasi dan motivasi.

Keduanya saling memberi harapan dan mimpi.

Sayangnya, hubungan persahabatan Soekarno dan Kennedy tidak berlangsung lama. Pada 22 November 1963, Kennedy tewas ditembak oleh seorang pembunuh di Dallas, Texas.

Soekarno sangat terpukul oleh kematian sahabatnya itu. Ia mengirimkan telegram belasungkawa kepada istri Kennedy, Jacqueline, dan menyatakan duka cita yang mendalam atas kehilangan seorang pemimpin besar dunia.

Setelah kematian Kennedy, hubungan Indonesia dengan AS semakin memburuk. Presiden Lyndon B. Johnson yang menggantikan Kennedy memiliki sikap yang berbeda terhadap Soekarno dan Indonesia.

Ia lebih bersimpati kepada Belanda dalam masalah Irian Barat. Ia juga lebih curiga kepada PKI dalam masalah komunisme. Ia juga lebih agresif dalam mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia.

Artikel Terkait