Advertorial
Inilah Sultanah Nahrasiyah, satu-satunya raja perempuan dalam sejarah kerajaan Islam di Indonesia. Kiprahnya tak sekadar numpang lewat.
Intisari-Online.com -Ketika mendengar kata sultan, mungkin yang terbayang di benak kita adalah sosok laki-laki yang berkuasa dan berwibawa.
Namun tahukah Anda bahwa ada satu perempuan yang pernah menyandang gelar sultan dan memimpin sebuah kerajaan Islam di Nusantara?
Dialah Sultanah Nahrasiyah, putri dari Sultan Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih (Sultan Malik As-Saleh), pendiri Kerajaan Samudera Pasai di Aceh.
Dia juga dikenal dengan sebuta Malikah Nahrasiyah.
Karena ayah dan suami meninggal dunia
Sultanah Nahrasiyah lahir pada abad ke-14 Masehi dan merupakan putri tunggal dari Sultan Zainal Abidin.
Dia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Iskandar Muda bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih.
Namun suaminya meninggal dunia pada tahun 1405 Masehi karena terkena panah beracun saat berperang melawan Raja Nakur dari Kerajaan Pagaruyung.
Tak lama kemudianSultan Zainal Abidin juga wafat pada tahun yang sama karena sakit.
Hal ini membuat takhta kerajaan kosong dan membutuhkan pengganti.
Menurut tradisi kerajaan saat itu, jika raja meninggal tanpa meninggalkan anak laki-laki sebagai pewaris, putri raja berhak menggantikannya.
Oleh karena itu, Sultanah Nahrasiyah naik takhta sebagai raja perempuan (sultanah) pertama dan satu-satunya dalam sejarah Kerajaan Samudera Pasai.
Selama masa kepemimpinannya sejak tahun 1405 hingga 1428 Masehi (23 tahun), Sultanah Nahrasiyah berhasil membawa Kerajaan Samudera Pasai ke puncak kejayaannya.
Dia dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, adil, cinta damai, dan peduli terhadap rakyatnya.
Dia juga memiliki sifat keibuan dan penuh kasih sayang, serta selalu memuliakan harkat dan martabat perempuan.
Salah satu bukti kepemimpinan Sultanah Nahrasiyah yang baik adalah ia berhasil menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga maupun asing.
Dia menjalin persahabatan dengan Maharaja Cina melalui utusan Cheng Ho yang datang berkunjung ke Samudera Pasai pada tahun 1413 Masehi.
Sultanah juga mengirimkan duta-duta ke India untuk menjalin hubungan dagang dan budaya.
Selain itu, Sultanah Nahrasiyah juga sangat peduli terhadap perkembangan agama Islam di wilayahnya.
Dia turut serta menyebarkan ajaran Islam kepada rakyatnya dengan cara memberikan contoh sikap dan perilaku yang sesuai dengan syariat Islam.
Sultanah juga mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah untuk tempat ibadah dan pendidikan bagi umat Islam.
Makamnya paling indah di Asia Tenggara
Sultanah Nahrasiyah wafat pada tanggal 17 Zulhijjah 832 H atau 27 September 1428 Masehi karena sakit tua.
Dia dimakamkan di Kompleks II (Kuta Karang) di wilayah Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara (18 km di timur Kota Lhokseumawe).
Makam Sultanah terletak tidak jauh dari makam ayahnya yang terletak di Kompleks I makam Raja-Raja Samudera Pasai.
Makam Sultanah Nahrasiyah merupakan salah satu makam terindah di Asia Tenggara.
Makam ini terbuat daribatu pualam yang didatangkan langsung dari Gujarat, India.
Makam ini memiliki jirat yang tinggi dan bersatu dengan bagian nisan.
Keseluruhan makam dihiasi dengan ukiran-ukiran kaligrafi berbahasa Arab yang berisi nama dan silsilah Sultanah Nahrasiyah, serta ayat-ayat Al-Quran seperti Surat Yasin dan Ayat Kursi.