Advertorial

Pemerintah Masih Kekeh Gunakan Sidang Isbat Untuk Tentukan Awal Puasa, Ternyata Begini Sejarahnya

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, biasanya melakukan sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan pada 29 Syaban.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, biasanya melakukan sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan pada 29 Syaban.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, biasanya melakukan sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan pada 29 Syaban.

Intisari-Online.com -Muhammadiyah sudah jauh-jauh hari menentukan awal puasa 2023.

Sementara di sisi lain, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, masih harus menggunakan metode sidang isbat.

Sidang isbat sendiri biasanya dilakukan pada 29 Syaban, tahun ini jatuh pada 22 Maret 2023.

Rencananya, sidang isbat tahun ini akan berlangsung mulai pukul 17.00 WIB.

Mengutip Kompas.com, dalam sidang isbat biasanya akan dipaparkan terkait pengamatan posisi hilal di awal Ramadan.

Setelah itu akan dilakukan sidang secara tertutup dan hasilnya dipaparkan secara langsung dan disiarkan media massa.

Untuk informasi, sidang isbat pertama kali diadakan untuk menentukan awal Ramada tak lama setelah Departemen Agama didirikan pada 3 Januari 1946.

Kini Departemen Agama sudah berganti menjadi Kementerian Agama, gedungnya di seberang Lapangan Banteng.

Kegiatan isbat mulai berjalan pada 1950 dengan menghadirkan para ulama untuk penentuan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Dalam sidang isbat ketika itu, menteri agama mendengarkan paparan dari para ulama dan organisasi massa Islam.

Departemen Agama kemudian membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) pada 1972 untuk menyeragamkan pelaksanaan hari raya Islam.

Ketika itu pemerintah menggandeng astronom untuk memberikan pandangan dari sisi ilmu pengetahuan.

Kemenag mulai mengundang sejumlah duta besar negara sahabat untuk mengikuti sidang isbat mulai 2013.

Dua organisasi massa Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, kerap berbeda dalam menentukan awal Ramadhan.

Perbedaan itu disebabkan oleh metode yang dianut masing-masing lembaga.

Untuk NU, penentuan awal Ramadhan mengacu kepada rukyatul hilal.

Caranya adalah dengan pengamatan langsung hilal atau bulan baru.

Sedangkan Muhammadiyah memilih metode wujudul hilal dengan cara hisab.

Hisab dalam hal ini adalah menghitung posisi Bumi terhadap Matahari dan Bulan secara matematika dan astronomi.

Sifat utama sidang isbat adalah musyawarah.

Sebab hasil dalam sidang itu merupakan kesepakatan antara masing-masing ormas Islam yang diwakili oleh utusan masing-masing.

Maka dari itu, baik NU dan Muhammadiyah pun tidak pernah memaksakan supaya masyarakat mengikuti mereka dalam hal penetapan awal Ramadhan dan 1 Syawal atau Idul Fitri.

Artikel Terkait