Perpajakan di Indonesia Sedang Jadi Sorotan, Rupanya Ini Sejarah Perpajakan di Indonesia Sudah Ada Sebelum Belanda

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Sejarah Direktorat Jenderal Pajak.
Ilustrasi - Sejarah Direktorat Jenderal Pajak.

Intisari-online.com - Saat ini kasus yang menimpa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) buntut kasus Rafael Alun Trisambodo, membuatnya menjadi sorotan.

Atas situsi ini Dirjen Pajak pun sampai berjanji untuk merombak cara pelayanan mereka.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, pada Rabu (15/3/23).

Pasalnya keraguan masyarakat terhadap instansi tersebut mulai mencuat belakangan ini.

Meski demikian, rupanya dunia perpajakan di Indonesia memang telah melekat sejak lama. Bahkan sebelum zaman penjajahan Belanda.

Mengutip dari Kompas.com, perpajakan di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan.

Pada masa itu, sistem pungutan pada zaman kerajaan dan sekarang pun berbeda.

Pada zaman kerajaan raja menetapkan pungutan yang disebut dengan upeti sebagai persembahan.

Raja saat itu diangggap sebagai wakil tuhan yang dikirim untuk masyarakat.

Dengan membayar upeti tersebut, rakyat mendapatkan jaminan dan ketertiban dari raja.

Pada zaman itu, kerajaan juga melakukan sistem pembebasan pajak, terutama pada tanah perdikan.

Baca Juga: Korupsi Berjamaah, Ini 4 Pegawai Pajak yang Tersangkut Kasus Korupsi Gila-Gilaan, Kekayaannya Ada yang Mencapai Rp100 Miliar

Menurut buku Pajak dan Pendanaan Peradaban Indonesia (2020), zaman kerajaan upeti digunakan sebagai instrumen bagi penguasa.

Tujuannya untuk menunjukkan, menegaskan, dan mempertahankan kekuasaan atas raja-raja yang lemah.

Upeti dibayarkan berdasarkan hierarki dari pemerintah.

Pejabat lokal memungut dari warga, dan membayar upeti ke penguasa lokal, baru penguasa lokal menyampaikannya ke raja.

Juga, kerajaan-kerajaan yang lebih lemah membayar upeti ke kerajaan yang lebih kuat.

Kemudian sistem ini berlanjut hingga penjajah tiba di Nusantara, di mana era kolonial Belanda juga mulai menerapkan sistem pajak.

Bedanya, pada masa Belanda pajak yang diterapkan seperti pajak rumah, pajak usaha, sewa tanah, dan pajak kepada pedagang.

Sistem ini diterapkan pada tahun 1839.

Sistem ini juga membuat rakyat terbebani, dan tidak ada kejelasan mengenai uang pajak digunakan untuk apa.

Namun, pada masa inilah sistem perpajakan modern mulai diterapkan.

Tahun 1885, pemerintah kolonial Belanda membedakan besar tarif pajak berdasarkan kewarganegaraan wajib pajak.

Baca Juga: Benar-benar Guncang Seisi Ditjen Pajak,KPK Bongkar Trik 'Geng' Rafael dan Pegawai Ditjen Pajak dalam Pencucian Uang

Lanjut, pada masa kemerdekaan sistem pajak mulai dirubah, ini dimulai sejak pajak dimasukkan ke dalam UUD 1945 Pasal 23 pada sidang BPUPKI.

Dalam pasal itu berbunyi segala bentuk pajak digunakan untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

Namun, pemerintah Indonesia belum bisa mengeluarkan UU khusus tentang pajak akibat Agresi Militer Belanda.

Pemerintah harus memindahkan ibu kota ke Yogyakarta untuk sementara.

Baru kemudian setelah itu,pemerintah mengadopsi beberapa aturan tentang pajak peninggalan pemerintahan kolonial.

Seperti Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 dan membentuk beberapa suborganisasi untuk melaksanakan pemungutan pajak.

Seperti Jawatan Pajak, Jawatan Bea dan Cukai serta Jawatan Pajak Hasil Bumi pada Direktorat Jenderal Moneter.

Dalam ekonomi modern pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah yang paling penting.

Artikel Terkait