Intisari-Online.com - Film The Wardlord tayang Selasa (14/3/2023) dini hari, pukul 00.00 WIB di Indosiar.
Dibintangi oleh Jet Li, Andy Lau, Takeshi Kaneshiro, hingga Xu Jinglei, film ini berkisah bagaimana kekuasaan dapat mengubah sifat seseorang menjadi kejam.
Film ini berlatar sejarah China pada zaman Dinasti Qing (1644 - 1911) atau dikenal sebagai Dinasti Manchu.
Pang Qing Yun (Jet Li) merupakan seorang jenderal yang selamat dari pemberontakan dan perang besar.
Dia kemudian pergi ke sebuah desa yang dipimpin oleh Zhao Erhu (Andy Lau) dan Jiang Wuyang (Takeshi Kaneshiro).
Kedua tokoh itu merupakan bandit yang rela mencuri makanan untuk para penduduk desa.
Pertemuan itu membawa Pang dalam ikatan persaudaraan dengan mereka berdua.
Pang mengusulkan agar mereka bersama penduduk desa lainnya bergabung menjadi tentara Qing demi mendapatkan suplai bahan makanan bagi para penduduk desa.
Kemudian, Pang dijadikan pemimpin mereka dalam operasi menaklukkan desa-desa yang telah dikuasai oleh kaum pemberontak.
Pasukan itu pun menjadi semakin kuat, sementara Pang yang haus akan kekuasaan menjadi bengis.
Ketika Zhao menolak berbagi ambisi dengan Pang, terjadi perseteruan antara mereka.
Pang pun membunuh Zhao dan membawa kabur Lian (Xu Jinglei), istri Zhao.
Apakah Pang akan berhasil dengan ambisinya? Lalu, bagaimana dengan saudara ketiga, Jiang Wuyang? Anda dapat menyaksikan kisahnya dalam film The Warlords malam ini.
Film The Warlords Terinspirasi Kisah Nyata
Rupanya, film The Warlords terinspirasi dari kisah nyata kematian Gubernur Ma pada 26 Juli 1870.
Ma Xinyi merupakan seorang gubernur jenderal dan salah satu pejabat paling berkuasa di kerajaan saat itu.
Kematiannya dikenal sebagai salah satu dari "four mysteries of the late Qing". Muncul berbagai teori tentang kematian sang gubernur jenderal.
Bagaimana kematiannya hingga dianggap sebagai salah satu misteri?
Melansir thechinaproject.com, musim panas tahun 1870 adalah waktu yang menegangkan bagi para pejabat Qing.
Perang Taiping telah berakhir, tetapi pemerintah pusat yang melemah berjuang untuk memulihkan keseimbangannya di tengah pemberontakan regional dan perambahan internasional.
Baca Juga: Bagaimana Cara Mempromosikan Budaya Bangsa Indonesia dalam Dunia yang Terhubung?
Sementara itu, perang dengan Prancis tampaknya sudah dekat, menyusul pembunuhan massal beberapa pendeta Prancis dan lusinan orang Kristen China di Tianjin.
Gubernur daerah pun dengan cemas mengoordinasikan kebijakan mereka satu sama lain dan dengan istana kekaisaran di Beijing.
Berlangsung diskusi tentang bagaimana menanggapi ancaman yang sedang berlangsung.
Ma Xinyi menjadi salah satu sosok yang berperan sentral dalam diskusi itu.
Namun, pada pagi hari tanggal 22 Agustus, Ma yang seharusnya kembali ke kantornya setelah melakukan pemeriksaan persiapan militer di Nanjing tak pernah tiba.
Ia tewas oleh seorang pembunuh yang kemudian diketahui bernama Zhāng Wénxiáng.
Zhāng Wénxiáng akhirnya ditangkap, dihukum dan dieksekusi.
Meski begitu, kematian Ma Xinyi tetap dianggap janggal.
Ada desas-desus beredar tentang alasan sebenarnya di balik pembunuhan itu.
Teori paling populer berpusat pada hubungan antara Ma dan Zhang, dan tindakan Ma Xinyi selama Perang Taiping.
Versi kedua adalah bahwa Ma dibunuh oleh anggota Tentara Xiang (Hunan) Zeng Guofan, yang ingin mempertahankan kekuasaan mereka melawan upaya Qing untuk membangun kembali otoritas mereka.
Baca Juga: Cara Menumbuhkan Sikap Hormat terhadap Tradisi atau Budaya Masyarakat di Indonesia
Pembunuhan itu dipercaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan antar pemerintah atas tentara Hunan.
Teori ketiga diduga anti-asing, menyalahkan perlakuan baik Ma Xinyi terhadap orang asing (terkadang didukung dengan desas-desus bahwa dia masuk Katolik) atas pembunuhannya.
Teori lainnya, Ma dituduh memihak pemberontakan Muslim yang pecah di bagian barat laut dan barat daya kekaisaran.
Tak satu pun dari teori-teori tersebut telah terbukti. Namun secara resmi, Ma Xinyi adalah seorang pejabat berbudi luhur yang dibunuh karena dedikasinya pada tugasnya.
Baca Juga: Cara Menumbuhkan Sikap Hormat terhadap Tradisi atau Budaya Masyarakat di Indonesia
(*)