Sejarah dan Tradisi Malam Satu Suro, Benarkah Dianggap Keramat?

Mentari DP

Editor

Sejarah dan Tradisi Malam Satu Suro.
Sejarah dan Tradisi Malam Satu Suro.

Intisari-Online.com - Film 'Malam Satu Suro' akan tayang pada hari Selasa (7/3/2023) pukul 21.45 WIB di Trans TV.

Film yang dirilispada tahun 1988 ini diperankan olehSuzanna, Fendy Pradana, dan Nurnaningsih.

Bagi masyarakat Jawa, mereka tentu tidak asing dengan Malam Satu Suro. Tapi beberapa orang masih tidak mengetahuinya.

Bahkan beberapa orang menganggap itu adalah malam keramat. Benarkah hal itu?

Dilansir darikontan.co.id padaSelasa (7/3/2023), dalam Kalender Jawa, Malam Satu Suro artinya adalah hari pertama di bulan Suro.

Biasanya ini bertepatan dengan 1 Muharram.

Di tahun 2023 ini,Malam Satu Suro atau1 Muharram 1445 jatuh pada tanggal 19 Juli 2023.

Sistem penanggalan ini memang berbeda dengan penanggalan lain. Sebab penanggalannya berdasarkan gabungan beberapa kalender, yaitu kalender Islam, kalender Masehi, dan kalender Hindu.

Umumnya, Satu Suro diperingati setelah Magrib pada hari sebelumnya. Makanya disebut Malam Satu Suro.

Soal sejarah, permulaannya dimulai oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Saat itu, dia menginginkan rakyatnya bersatu untuk melawan Belanda di Batavia. Oleh karenanya, dia ingin menyatukan Pulau Jawa.

Baca Juga: Sosok Jing Ke, Tokoh Utama Film Hero yang Berusaha Membunuh Kaisar China Pertama Tapi Gagal

Dia tidak ingin rakyatnya terpecah belah. Apalagi terpecah belah karena agama.

Jadi, dilakukanlah pengajian setiap hari Jumat Legi oleh parapenghulu kabupaten.

Mereka juga melakukan ziarah kubur ke makam Sunan Ampel dan Sunan Giri.

Oleh sebab itu, beberapa orang menganggap Malam Satu Suro keramat. Sebab kejadian ini dimulai pada hari Jumat Legi.

Bahkan beberapa orang percaya jika ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kegiatan mengaji dan ziarah, maka mereka akan sial.

Jadi tidak heran, beberapa orang memutuskan untuk tidak pergikecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.

Di beberapa daerah sepertiKeraton Solo dan Keraton Yogya, mereka masih memegang tradisi perayaan Malam Satu Suro.

Misalnya di Solo, di mana terdapat hewan khas yaitukebo (kerbau) bule atau disebut Kebo Bule Kyai Slamet dan keturunannya.

Disebutkan bahwa hewan tersebut merupakan hewankesayangan Paku Buwono II.

Sementara diYogyakarta, perayaan malam istimewa ini biasanya dilakukan dengan iring-iringan kirab, yaitu membawa keris dan benda pusaka lainnya.

Terakhir, perayaan Malam Satu Suro selalumenitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan.

Baca Juga: Film The Ring: Kisah Cinta Tragis Samurai Jepang dengan Gadis Pelayan

Jadi tidak heran orang-orang akanmelakukan hal kebaikan sepanjang bulan satu Suro dan membaca doa pada Malam Satu Suro.

Tujuannya selain untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga untuk mendapatkan berkah dan menangkal marabahaya.

Baca Juga: Budaya China di Balik Film Wuxia, Menginspirasi Anime dan Manga

Artikel Terkait