Dalam menjalankan tugas mereka dibantu oleh sekel masing-masing untuk lingkunagan darat dan laut, serta 40 kewang yang lain.
Kewang dipilih oleh Malesi, Pela, Denia, Waelo, Luhukay, Tuhepory Sela, Maujet Tung, Toyanate Latu.
Kegiatan sasi diawali dengan proses tutup sasi, yaitu masa berlakunya larangan.
Pada waktu yang telah ditentukan kepala kewang (petugas keamanan desa) dan para pembantunya menanam tanda-tanda sasi di sekeliling perbatasan desa di darat dan di laut.
Tanda-tanda sasi adalah potongan-potongan kayu bakar atau bambu yang dibungkus menggunakan anyaman daun kelapa mirip ketupat.
Pada malam hari sepanjang sasi yang biasanya berlangsung 3 sampai dengan 6 bulan, kewang dan pembantu-pembantunya memeriksa dengan meniup kulit bea (siput) besar serta meneriakan kata Sill eee! yang sama artinya dengan sasi!
Teriakan itu disambut warga dengan meneriakkan Seke eee!, berarti semoga menjadi kuat!
Kemudian, setelah tutup sasi dalam jangka waktu tertentu secara adat maka dilakukan ritual buka sasi.
Tantangan Tradisi Sasi dan Solusi untuk Mengatasi Tantangan Tersebut
Tantangan dari tradisi Sasi pada masa kini di antaranya konsistensi dalam melaksanakannya.
Hal ini karena dalam adat masyarakat Maluku, "Sasi" merupakan suatu cara dalam mengatur sumber daya alam.
Baca Juga: Manfaat Tradisi Sasi bagi Kehidupan serta Prosesi Buka dan Tutupnya
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR