Intisari-Online.com - NamanyaHamzah al-Fansuri. Tapi kita mengenalnya sebagaiSyekh Hamzah.
Sebagai salah satu ulama Indonesia yang mendunia, sosoknya begitu penting bagikebudayaan Melayu-Indonesia.
Sebab kemasyhurannya meliputi banyak bidang, yakni kesusastraan, tasawuf, dan dakwah Islam.
Salah satu hal yang paling terkenal darinya adalahsyair berbahasa Melayu.
Namun, sedikit sekali yang dapat memastikan detail riwayat hidup sang perintis tradisi penulisan syair berbahasa Melayu itu.
Berikut ini, sedikir rincian karyanya yang terkait dengan kesusatraan Melayu: Syair Hamzah Fansuri terdiri atas 13-21 bait.
Setiap bait terdiri atas empat baris, yang berima a-a-a-a.
Pada umumnya jumlah kata tiap baris ada empat, meskipun terdapat pengecualian.
Syair Hamzah al-Fansuri banyak dipengaruhi puisi-puisi Arab dan Persia (seperti rubaiyat karya Umar Khayyam).
Namun tetap ada perbedaan, yakni: Rima Rubaiyat adalah a-a-b-a, sedangkan Hamzah al-Fansuri memakai rima a-a-a-a.
Selanjutnya, jika ditelaah dari segi tema setiap syair yang dikarang Hamzah al-Fansuri, lebih banyak membahas tentang aspek tasawuf.
Baca Juga: Ulama Indonesia yang Mendunia: Begini Kiprah Syekh Hamzah Fansuri
Hal ini, dikarenakan bidang lain yang diminati adalah tasawuf, selain sastra dan dakwah Islam.
Hamzah Fansuri banyak melakukan kreasi atau inovasi baru, yang sebelumnya tidak dikenal dalam sastra Melayu lama.
Misalnya, memperkenalkan bentuk puisi baru untuk mengekspresikan diri.
Inovasi lain adalah pemakaian bahasa yang kreatif.
Dia tidak segan-segan meminjam kata-kata dari bahasa Arab dan Persia dalam puisinya.
Inilahkarya-karya Syekh Hamzah Fansuri yang sampai saat ini masih dapat ditelaah, dikaji dan dinikmati, yaitu:
Kelompok Puisi
1. Syair Burung Unggas
2. Syair Dagang
3. Syair Perahu
4. Syair Si Burung pipit
Baca Juga: Kisah Syekh Abdul Rauf, Guru dari Gurunya Para Ulama Indonesia
5. Syair Si Burung Pungguk
6. Syair Sidang Fakir
Kelompok Prosa
1. Asrār al-‘Ārifīn
2. Sharab al-‘Āsyikīn
3. Kitab al-Muntahi/Zinat al-Muwahidīn
Itulah karya-karya Syekh Hamzah Fansuri yang sampai saat ini masih dinikmati.
Baca Juga: Cara Syekh Nuruddin Untuk Membantah Aliran Wujudiyah di Aceh