Intisari-Online.com - Kebanyakan perempuan yang menjadi nyai berasal dari keluarga petani maupun keluarga kelas bawah.
Mereka biasanya dijual oleh orang tua mereka untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Nyai sendiri merupakan perempuan yang dipelihara oleh pejabat kolonial atau swasta-swasta Belanda yang kaya.
Mereka menjalani hidup seperti itu dikarenakan terpaksa karena faktor kemiskinan yang dideritanya.
Namun, tidak semua nyai buruk dan bodoh.
Fenomena pernyaiandimulai pada awal pemerintah kolonial Belanda yaitu awal abad ke -19.
Tepatnya yakni ketika jumlah perempuan Eropa sangat sedikit jumlahnya dibandingkan jumlah prianya.
Ada juga nyai yang berasal dari keluarga priyayi yang diserahkan ayahnya kepada orang Belanda atau orang Eropa untuk mengamankan kedudukan dan jabatan sang ayah.
Di mata rakyat jelata, nyai sudah tidak dianggap sebagai bagian dari mereka.
Kebencian terpendam di kalangan rakyat mengenai kulit putih, membuat para nyai ini terpaksa ikut menanggung kebencian bangsanya, karena dianggap pengkhianat.
Baca Juga: Kisah Nyai Djelema, Seorang Ibu yang Terasing bagi Anak-anak Blasterannya
Menurut Wahyudi (2003) dalam kajiannya mengenai Pernyaian dalam Kesastraan Melayu Tionghoa, ia membagi tiga kepribadian nyai dalam beberapa kategori:
a. Nyai Setia.
Nyai setia adalah nyai yang setia kepada Tuannya sampai mati, contohnya Nyai Dasima.
b. Nyai Jahat.
Nyai jahat adalah nyai yang berani meracuni Tuannya, contohnya Nyai No-ie.
Nyai No-ie menikah dengan lelaki Eropa bernama L L Born di Semarang.
Nyai ini membunuh Born beberapa waktu setelah pernikahannya disahkan.
Nyai No-ie menyuruh pembunuh bayaran untuk membunuh Born karena sakit hati dan menghina dirinya sebagai perempuan.
c. Nyai Berani menuntut hak.
Nyai Berani Menuntut Hak adalah nyai yang berani melakukan pemberontakan atas hidupnya yaitu menuntut hak yang selama ini tidak diberikan olehmajikannya. Contohnya, Nyai Sumirah.
Situasi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan Belanda kepada perempuan pribumi memunculkan reaksi dari masyarakat.
Baca Juga: KNIL Punya Basis Militer Belanda di Gombong Bersama Gundik-gundiknya
Beberapa di antaranya tidak ditunjukkan secara terang-terangan.
Hanya segelintir orang terpelajar yang nekat akan keprihatinan mereka pada nyai.
Hal ini karena pemerintah Belanda begitu represif dan sewenang-wenang menanggapi isu apa pun yang berkembang di masyarakat.
Baca Juga: KNIL Punya Basis Militer Belanda di Gombong Bersama Gundik-gundiknya
(*)