Mengapa Jepang Menyerah Tanpa Syarat kepada Sekutu? Simak Jawabannya

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

(Ilustrasi) Mengapa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu?
(Ilustrasi) Mengapa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu?

Intisari-Online.com -Mengapa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu?

Pertanyaan seputar'mengapa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu?'ada dihalaman 166dalambukuSejarah kelas XIdalamKurikulum Merdeka.

Namun sebelum mengetahui mengapa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu,Anda harus tahu bahwa peristiwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu diawali dengan serangan dua bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945).

Kehancuran yang disebabkan oleh dua bom atom tersebut membuat pemerintahan Jepang melihat bahwa mereka tidak bisa lagi menghindari kekalahan dari Sekutu.

Menyerah tanpa syarat sendiri berarti penyerahan di mana tidak ada jaminan apapun yang diberikan kepada pihak yang menyerah.

Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada Agustus 1945 menandai akhir Perang Dunia II.

Ultimatum bagi Jepang

Pada 7 Desember 1941, Jepang melakukan serangan terhadap Amerika Serikat dengan mengebom Pangkalan Laut mereka di Pearl Harbour, Hawaii.

Tujuan Jepang menyerang Pearl Harbour sendiri adalah untuk melumpuhkan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik.

Serangan ini mengakibatkan sebanyak 2.403 orang meninggal dan 1.178 orang terluka.

Sebagai bentuk respon atas pengeboman Pearl Harbour, pada tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.

Baca Juga: Kisahnya Tak Kalah Tragis Dengan Hisashi Ouchi, Inilah Mashato Shinohara Orang Jepang yang Tewas Terpapar Nuklir

Peperangan antara Jepang dan Amerika Serikat terus berlanjut sampai akhir masa Perang Dunia II pada 1945.

Dalam kurun waktu empat tahun, Amerika Serikat secara intens telah membakar 67 kota di Jepang.

Seiring dengan terdesaknya Jepang dalam Perang Dunia II, Sekutu membuat ultimatum yang tertuang dalam Deklarasi Potsdam.

Lewat Deklarasi Potsdam, Sekutu menyerukan agar Jepang menyerah tanpa syarat.

Hiroshima dan Nagasaki dibom

Jepang ternyata tidak menghiraukan Deklarasi Potsdam dan masih menolak untuk menyerah.

Alhasil, Sekutu memutuskan untuk menyerang Jepang dengan senjata nuklir atau bom atom yang baru saja dikembangkan AS dalam Proyek Manhattan.

Pada 6 Agustus 1945, bom yang disebut little boy dijatuhkan di Kota Hiroshima.

Sekitar 70.000 hingga 80.000 penduduk Hiroshima tewas dalam peristiwa itu.

Setelah Hiroshima, pada 9 Agustus 1945, Amerika Serikat kembali mengebom Jepang, tepatnya di Kota Nagasaki.

Bom kedua yang dijatuhkan di Nagasaki disebut Fat Man, bom nuklir yang kekuatannya lebih besar dari sebelumnya.

Baca Juga: Kisahnya Tak Kalah Tragis Dengan Hisashi Ouchi, Inilah Mashato Shinohara Orang Jepang yang Tewas Terpapar Nuklir

Hanya dengan satu bom, seluruh kota Nagasaki dapat dihancurkan.

Korban jiwa mencapai 70.000 hingga 120.000 jiwa.

Pada saat yang sama, tanggal 9 Agustus 1945, pasukan Uni Soviet menyerang Manchuria, wilayah utara China yang diduduki Jepang.

Serangan ini menghancurkan pasukan Jepang yang sedang berperang di China dan Korea.

Jepang menyerah kepada Sekutu

Kehancuran yang disebabkan oleh bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki serta ancaman dari Uni Soviet membuat Jepang sadar bahwa kekalahan sudah tidak dapat dielakkan.

Akhirnya, pada 14 Agustus 1945 Kaisar Jepang Hirohito memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Keesokan harinya, pada 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito menyampaikan langsung keputusan menyerahnya Jepang tanpa syarat terhadap Sekutu melalui radio nasional.

Pasukan Jepang sendiri berusaha menyembunyikan berita ini, supaya tidak terdengar oleh para pemuda Indonesia.

Akan tetapi, berita tersebut terdengar oleh salah satu tokoh Tanah Air pada masa itu.

Tokoh yang mendengar berita Jepang menyerah kepada Sekutu adalah Sutan Syahrir.

Baca Juga: Sudah Ada Sejak 400 Tahun Lalu, Ternyata Ini Sejarah Yakuza Berawal Dari Orang-Orang Buangan

Begitu Syahrir mendengar berita tersebut, ia segera menindaklanjutinya dengan mengajak para pejuang golongan muda untuk mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sambil menunggu penyerahan kekuasaan di Indonesia kepada Sekutu, Jepang diwajibkan menjaga status quo, yang artinya Jepang wajib menjaga Indonesia dari penguasaan Belanda.

Baca Juga: 'Mereka Berhubungan dengan Saya Setiap Menit,' Pengakuan Seorang Wanita Penghibur Jepang

(*)

Artikel Terkait