Intisari-Online.com - Ramai beredar di media sosial TikTok sebuah video dengan narasi yang mengatakan tidak boleh keluar rumah pada 21 Desember 2022 karena akan terjadi Fenomena Soltis.
Apa itu Fenomena Soltis dan benarkah saat fenomena tersebut terjadi tidak boleh keluar rumah?
Video yang menghebohkan warganet tersebut diunggah di akun TikTok pada Minggu (11/12/2022).
"Tidak boleh keluar malam tanggal 21 Desember 2022," tulis pengunggah.
Video itu pun ramai mendapatkan komentar dari warganet, dan telah ditonton oleh lebih dari 4,8 juta pengguna.
Terkait viralnya video tersebut, Peneliti di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangeran, angkat bicara.
Ia menerangkan bahwa soltis adalah fenomena astronomi biasa.
Adapun terkait larangan keluar rumah pada malam hari saat fenomena tersebut terjadi juga tidak benar.
"Sebenarnya solstis sama sekali tidak berkaitan dengan aktivitas seismik atau kegempaan, solstik juga tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanologi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/12/2022).
Dikatakan bahwa soltis tidak berkaitan dengan aktivitas berbahaya apapun.
Ia pun menjelaskan tentang dampak apa yang terjadi terkait adanya fenomena tersebut.
Baca Juga: Hujan Meteor Leonid; Ini Firasat Lihat Meteor Menurut Primbon Jawa
Menurut penjelasan Andi, solstis terjadi karena sumbu rotasi bumi miring 23,5 derajat terhadap bidang tegak lurus ekliptika atau poros kutub utara dan selatan langit.
Kondisi tersebut juga bukan hanya terjadi di bulan Desember, tetapi juga terjadi pada bulan Juni.
Fenomena soltis terjadi dua kali dalam setahun, yakni saat Juni dan Desember, di mana ada perbedaan di antara kedua waktu tersebut.
Saat Juni, solstis terjadi lantaran kutub utara dan belahan Bumi utara condong ke arah Marahari.
Sebaliknya, saat Desember, belahan Bumi selatan dan kutub selatan condong ke Matahari.
Fenomena soltis menyebabkan Matahari terbit dari arah tenggara dan terbenam di arah barat daya.
Namun demikian, terbitnya Matahari juga kembali disesuaikan dengan lintang geografis masing-masing wilayah.
Menurut penuturan Andi, lintang tinggi terutama di belahan Bumi selatan, Matahari cenderung terbit di arah tenggara agak selatan dan terbenam di arah barat daya agak selatan.
Kemudian, dampak yang akan terjadi yaitu pada lamanya waktu siang dan malam.
Untuk belahan Bumi utara, kata dia, panjang siang akan lebih pendek dibandingkan dengan panjang malamnya.
Baca Juga: Temuan Potongan Jari Manusia dalam Sayur Lodeh di NTT Jadi Teka-teki, Ini Fakta-faktanya
Sebaliknya, saat solstis Desember mendatang, belahan Bumi selatan akan mengalami siang lebih panjang daripada malam.
"Jadi panjang siang ini diukur dari waktu Matahari terbit hingga Matahari terbenam. Itu dihitung durasinya berapa, itulah yang menjadi panjang siang," tutur dia.
Sementara itu, panjang malam diukur mulai Matahari terbenam hingga Matahari terbit.
"Untuk di Indonesia sendiri saat solstis Desember di belahan Bumi bagian utara seperti di Sabang, Miangas, dan Tarakan, itu panjang siangnya hanya 11,5 jam," paparnya.
Sedangkan di Indonesia belahan selatan, seperti Pulau Rote dan Pulau Timor, durasi siang menjadi lebih panjang dari biasanya, yakni sekitar 12,7 jam.
Andi juga meluruskan bahwa fenomena solstis tahun ini terjadi pada 22 Desember, bukan 21 Desember.
Jadi, fenomena soltis akan terjadi pada 22 Desember nanti dan tidak ada larangan bagi masyarakat untuk keluar rumah.
(*)