Intisari-Online.com - Berikut ini penjelasan relevansi atau kesesuaian pelaksanaan hukuman mati dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Pertanyaan "Relevansi (Kesesuaian) Pelaksanaan Hukuman Mati dengan Penegakan Hak Asasi Manusia" terdapat pada halaman 41 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas XII kurikulum 2013.
Pada bab 2 buku tersebut dipelajari tentang Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia.
Proses perlindungan dan penegakan hukum penting untuk dilaksanakan.
Perlindungan dan penegakan hukum merupakan faktor utama untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian.
Seperti diketahui, negara Indonesia adalah negara hukum, yaitu negara yang berlandaskan pada peraturan hukum guna menjamin adanya keadilan bagi seluruh warga masyarakatnya.
Sebagai negara hukum, Indonesia wajib melaksanakan proses perlindungan dan penegakan hukum.
Sementara itu, hukuman mati atau pidana mati merupakan salah satu jenis pidana pokok dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hukuman mati merupakan pidana pokok terberat, disusul pidana penjara, kurungan, denda, dan pidana tutupan.
Roeslan Salah dalam Stelsel Pidana Indonesia (1987) menjelaskan, hukuman mati adalah jenis pidana terberat menurut hukum positif Indonesia.
Hukuman mati hingga saat ini menjadi pidana paling banyak diperdebatkan, di mana terdapat pro dan kontra terhadap pelaksanaan hukuman mati.
Baca Juga: Soal PPKn Halaman 117, Deskripsi Contoh Perilaku yang Menunjukkan Kepatuhan Hukum
Jika di Indonesia hukuman mati masih dilaksanakan, di kebanyakan negara hukuman mati tak lagi dilaksanakan dan hanya sebagai kulturhistoris.
Kebanyakan negara-negara sudah tidak mencantumkan pidana mati di dalam kitab undang-undang hukum pidananya.
Dikutip dari Jurnal Lex Crimen (2017), alasan dari mereka yang pro pidana mati adalah adanya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, para penjahat perlu diberi terapi kejutan berupa pidana mati, terutama bagi penjahat tertentu yang tak lagi dapat diharapkan untuk berubah.
Sementara itu, kelompok kontra mengaitkan pelaksanaan hukuman mati dengan penegakan Pancasila dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Masyarakat yang kontra dengan hukuman mati menganggap bahwa pidana tersebut tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, seperti yang tertuang dalam Pancasila.
Selain itu, amandemen kedua Pasal 28A dan 28I Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun, termasuk negara.
Sehingga dengan masih diberlakukannya hukuman mati, pihak yang tidak setuju menganggap bahwa negara telah merampas hak yang bersangkutan untuk hidup.
Atas dasar itulah, pidana mati dinilai sebagai hukuman yang melanggar atau tidak seusai dengan penegakan HAM.
Selain itu, masyarakat yang kontra terhadap hukuman mati juga menganggap bahwa hukuman tersebut tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan, yakni untuk menghalangi orang dari perbuatan kejahatan, dan bukan balas dendam.
Hukuman mati dianggap tidak bisa menghilangkan kejahatan di masyarakat.
Baca Juga: Gagahnya 'Tank Perang' Para Firaun Mesir Kuno Zaman Dahulu, Seperti Apa?
Di Indonesia, pada mulanya hukuman mati dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan bahwa:
"Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya".
Namun, pasal tersebut kemudian diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.
Pasal 1 UU tersebut mengatur, pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan Peradilan Umum maupun Peradilan Militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Selanjutnya, ketentuan UU Nomor 02/Pnps/1964 ini disempurnakan dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Ada sejumlah hukuman mati di Indonesia yang diatur dalam KUHP, seperti pada pasal 104, yaitu terhadap makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden.
Kemudian, Pasal 111 ayat (2), yaitu melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang, serta sejumlah pasal lainnya.
Selain itu, hukuman mati di Indonesia juga diatur di luar KUHP. Termasuk pada UU Narkotika, UU Terorisme, dan UU Tindak Pidana Korupsi.
Penegakan hukum merupakan upaya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum dalam berbagai macam bidang kehidupan.
Penegakan hukum merupakan syarat terwujudnya perlindungan hukum dan memang harus dilaksanakan.
Namun Soerjono Soekamto juga menjelaskan bahwa keberhasilan proses perlindungan dan penegakan hukum tidaklah semata-mata menyangkut ditegakkannya hukum yang berlaku, akan tetapi sangat bergantung pada beberapa faktor.
Baca Juga: Gagahnya 'Tank Perang' Para Firaun Mesir Kuno Zaman Dahulu, Seperti Apa?
Salah satu faktor tersebut adalah hukum itu sendiri.Dalam hal ini, yang dimaksud adalah undang-undang yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara.
Selain itu, penyusunan undang-undang dibuat haruslah menurut ketentuan yang mengatur kewenangan pembuatan undang-undang sebagaimana diatur dalam konstitusi negara.
Selanjutnya, undang-undang haruslah dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di mana undang-undang tersebut diberlakukan.
Selain itu, juga faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dalam hal ini, kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.
Hukuman mati saat ini merupakan hukuman yang sah dilaksanakan karena masih tercantum dalam hukum yang berlakudi Indonesia.
Namun, juga masih dapat berubah dengan melihat pro dan kontra yang ada, terlebih jika dinilai tidak sesuai dengan pelaksanaann nilai-nilai pancasila dan penegakan hak asasi manusia.
Baca Juga: Penjelasan Kompetensi Relatif dan Absolut Dalam Sebuah Lembaga Peradilan
(*)