Intisari-Online.com -MenurutPemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni,Pemerintah Australia akan digugat oleh masyarakat adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu lantaranPemerintah Australia mengeklaim sepihak Pulau Gugusan Pasir.
Ferdi menilai selama ini Australia melakukan segala sesuatunya seperti miliknya sendiri, padahal gugusan Pulau Pasir adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.
Sehingga, Ferdi Tanoni mendesak Kementerian Sekretariat Negara RI untuk segera menerbitkan izin prakarsa pembuatan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara sebagaimana telah diinstruksikan Presiden Joko Widodo pada Februari 2022.
"Kami meminta Pemerintah Pusat agar mendukung kami menggugat di Pengadilan Canberra," ujar dia sebagaimana dilansir Kompas.com, Minggu (23/10/2022).
Berencana Gugat Pemerintah Australia di Pengadilan Canberra, Masyarakat Adat NTT Minta Dukungan Pemerintah Pusat.
Pemerintah Australia selama ini selalu mengabaikan desakan kepada mereka untuk keluar dari Pulau Pasir.
Pulau Pasir sendiri sering digunakan sebagai tempat transit oleh nelayan-nelayan Indonesia dari kawasan lain ketika mereka berlayar jauh ke selatan Indonesia, seperti ke perairan Pulau Rote.
Namun, kata Ferdi Tanoni, sejak ada nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia pada 1974, Australia justru langsung mengeklaim Pulau Pasir itu miliknya.
Klaim Australia atas Pulau Pasir yang berjarak sekitar 120 kilometer dari Pulau Rote, NTT memicu banyak reaksi dari masyarakat di Indonesia.
"Hal ini merugikan Indonesia yang terbukti dengan banyaknya temuan itu," paparnya.
"Selaku pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor termasuk di Gugusan Pulau Pasir, kami menyatakan dengan tegas bahwa Gugusan Pulau Pasir merupakan hak milik masyarakat adat Timor-Rote-Sabu dan Alor sejak lebih dari 500 tahun yang lalu," tegasnya.
"Kami juga minta Pemerintah Australia menghormati hak ulayat masyarakat adat bangsa Indonesia sebagaimana anda hormat terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat Aborigin di Australia," tandasnya.
Sebelumnya, Pusat Penelitian Jubilee Australia dan Yayasan Peduli Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), juga telah memprotes pembukaan pelepasan area eksplorasi minyak bumi di Gugusan Pulau Pasir oleh Pemerintah Australia pada tahun 2020 lalu.
"Kita sampaikan protes ke Pemerintah Australia sejak tahun 2020 lalu," kata Ferdi.
Ferdi menilai, membuka pelepasan area eksplorasi minyak bumi di Gugusan Pulau Pasir dapat berdampak buruk bagi masyarakat NTT.
Dia melanjutkan, areal pelepasan minyak itu bahkan berjarak lebih dekat dengan dibandingkan sumur Montara yang telah menghancurkan perairan NTT sejak 2009.
Baca Juga: Klaim Pulau Pasir, Australia Sudah Perlahan Hancurkan Perairan NTT Sejak 2009
(*)