Intisari-Online.com -Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan adalah nama hari Rabu terakhir yang ada di bulan Safar pada kalender Jawa.
Bulan Safar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah Islam.
Tradisi Rebo Wekasan pertama kali diadakan pada masa Wali Songo, di mana banyak ulama yang menyebutkan bahwa pada bulan Saffar, Allah menurunkan lebih dari 500 macam penyakit.
Untuk mengantisipasi penyakit dan agar terhindar dari musibah, banyak ulama melakukan tirakatan dengan banyak beribadah dan berdoa.
Tujuannya adalah supaya Allah menjauhkan dari segala penyakit dan malapetaka yang dipercaya diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Safar.
Hingga sekarang, tradisi itu masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia dengan sebutan Rebo Wekasan.
Sementara itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tradisi Rebo Wekasan muncul pada awal abad ke-17 di Aceh, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.
Rebo Wekasan merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat serta umat Islam di Indonesia.
Tradisi ini biasanya diadakan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tradisi Rebo Wekasan berupa tahlilan atau zikir berjemaah, salat sunah untuk tolak bala, dan berbagi makanan dalam bentuk selamatan.
Pada hari Rebo Wekasan di bulan Safar dipercaya oleh sebagian umat Islam sebagai hari pertama Nabi Muhammad SAW jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Di berbagai daerah, tradisi ini memiliki berbagai pemaknaan dan tata cara pelaksanaannya.
Rebo Wekasan di berbagai daerah
Melansir Kompas.com, tradisi Rebo Wekasan dilakukan oleh sebagian umat Islam di berbagai wilayah di Indonesia.
Di Aceh, tradisi Rebo Wekasan dikenal dengan istilah Makmegang, di mana ritualnya dilakukan di tepi pantai dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh seorang Teungku, dan diikuti oleh tokoh agama, tokoh masyarakat dan berbagai elemen warga Aceh.
Di Jawa, tradisi Rebo Wekasan biasanya dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai dengan caranya masing-masing.
Misalnya di Banten dan Tasikmalaya, tradisi Rebo Wekasan dilakukan dengan melaksanakan salat khusus bersama pada pagi hari di hari Rabu terakhir bulan Safar.
Sementara di Bantul, tepatnya di Wonokromo, tradisi Rebo Wekasan dilaksanakan dengan membuat lemper raksasa yang dibagikan kepada warga atau orang yang menghadiri acara ini.
Di Banyuwangi, tepatnya di Pantai Waru Doyong, tradisi Rebo Wekasan diperingati dengan mengadakan tradisi petik laut.
Selain itu, ada pula tradisi Rebo Wekasan di Banyuwangi yang diadakan dengan cara makan nasi yang dibuat secara khusus di tepi jalan.
Di Kalimanta Selatan, tradisi Rebo Wekasan disebut Arba Mustamir, yang diadakan dengan berbagai cara, misalnya dengan salat sunah dan disertai doa tolak bala.
Selain itu, ada juga selamatan kampung dengan tidak bepergian jauh, tidak melanggar pantangan, hingga mandi Safar untuk membuang sial.
Itulah beragam tradisi Rebo Wekasan yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia yang masih dilestarikan hingga saat ini.
Melansir Tribunnewswiki.com, berikut amalan yang dapat dilakukan dalam Rebo Wekasan:
1. Memperbanyak sedekah, terutama kepada anak yatim dan fakir miskin. Hal ini karena sedekah bisa menolak dan menjauhkan kita dari bala’.
2. Membaca surah Yasin. Kemudian setelah sampai ayat ‘salamun qoulam mirrobir rohim,’ maka diulangi hingga 313 kali.
3. Melaksanakan salat sunah mutlak sebanyak empat rakaat dengan dua kali salam.
Pada tiap rakaat setelah membaca surah Alfatihah, dianjurkan untuk membaca surah Al-Kautsar 17 kali; surah Al-Ikhlas 5 kali; surah Al-Falaq sekali dan surah An-Nas sekali.
4. Memperbanyak bacaan istighfar, shalawat dan bacaan zikir lainnya.
5. Kemudian berdoa agar terhindar dan dilindungi dari bala’.
Baca Juga: 8 Bukti Peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang Harus Anda Tahu, Apa Saja?
(*)