Pantas 'Buzzer' Jokowi Sampai Disebut 'Dongok' Usai Klaim Venezuela Chaos karena Subsidi Rakyatnya, Ternyata Negeri Kaya Minyak Itu Bangkrut Gegara Ini, Uangnya Tak Bernilai

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Eko Kuntadhi membuat pernyataan tentang negara Venezuela.
Eko Kuntadhi membuat pernyataan tentang negara Venezuela.

Intisari-Online.com - Kenaikanharga BBM bersubsidi di Indonesia memunculkan banyak polemik.

Tidak sedikit juga yang membandingkannya dengan negara-negara lain, salah satunya yakni Venezuela.

Venezuela sendiri merupakan negara denganlaju inflasi tahunan tertinggi dunia, yakni mencapai 222 persen hingga April 2022.

Cipta Panca Lakasana,Kader Partai Demokrat pun menertawakankomentar pegiat media sosial Eko Sunthadi 'buzzer' Jokowi.

Hal itu lantaran komentarnya yang mengatakan bahwaVenezuela bangkrut lantaran memberikan subsidi habis-habisan terhadap rakyatnya.

"Hahahaha, buzzer dongok loe kunted. Mana ada Venezuela chaos karena mensubsidi rakyatnya. Salah briefing kali loe," ujar Cipta Panca Laksana dikutip dari unggahan twitternya, @panca66, Selasa (6/9/2022).

Sebagaimana diketahui, harga BBM di negara berjuluk Surga di Bumi itu hanya kisaran Rp327 per liter.

Namun sebenarnya krisis ekonomi yang melanda Venezuela sudah mulai sejakkematian mantan presiden Hugo Chavez pada tahun 2013.

Pada tahun 2018,Venezuela berada di ambang kehancurannya karena tingkat inflasi yang sangat tinggi dan semua rakyatnya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Uang kertas bolivar (mata uang Venezuela) nyaris tak ada nilainya dan merupakan salah satu mata uang dengan nilai tukar paling rendah di dunia.

Seperti negara penghasil minyak lainnya, 95% pemasukan Venezuela berasal dari ekspor minyak.

Ini artinya uang masuk ke negara ini sangat bergantung pada harga minyak dunia.

Saat harga minyak dunia sedang tingi, pemasukan negara sangat besar dan begitu pula sebaliknya.

Venezuela juga mengalami kesenjangan sosial yang sangat besar dengan semua orang kaya sebagai pemilik bisnis di negara itu. Mengakibatkan warga miskin makin miskin.

Sejak Hugo Chavez berkuasa di tahun 1999, Chavez langsung menerapkan kebijakan untuk menyetarakan ekonomi rakyat.

Sebagian besar keuntungan negara dari penjualan minyak dialokasikan untuk program sosial gratis bagi rakyat, termasuk subsidi dan usaha-usaha mengentaskan kemiskinan.

Chavez juga berani memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat dan bergabung dengan China dan Rusia.

Kedua negara inilah yang akhirnya meminjamkan dana miliaran dollar pada Venezuela.

Chavez juga mendeklarasikan lahan pertanian sebagai milik negara tapi malah mengabaikannya karena merasa kondisi ekonomi Venezuela yang baik-baik saja.

Akibatnya, Venezuela murni hanya bergantung pada penjualan minyak ke luar negeri.

Dana terus dikucurkan untuk rakyat tanpa disadari Chavez bahwa ini adalah bunuh diri perlahan.

Hingga kematiannya pada 2013, Chavez dijuluki sebagai pahlawan bagi orang miskin Venezuela.

Selepas Chavez mengkat, Maduro menggantikannya dan meneruskan program subsidi ala Chavez.

Tahun 2016, harga minyak dunia turun drastis dan penghasilan Venezuela terpangkas habis.

Kas pemerintah kosong bahkan defisit karena program untuk rakyat tetap dijalankan.

Maduro mengambil keputusan salah. Bukannya mencari solusi dengan menambah lini produk ekspor, dia malah mencetak uang sebanyak mungkin.

Nilai tukar bolivar melorot tajam. Inflasi tak terkendali dan tingkat harga barang naik hingga 1000%.

Selain sanksi Amerika Serikat terhadap industri minyak Venezuela, sikap 'terlalu baik' pemerintah juga jadi salah satu penyebabnya.

Baca Juga: Viral Driver Ojol Antar Biawak, Nekat karena Dibayar Mahal, Ternyata Begini Bahaya Binatang Ini, Terutama Bagi Anak-anak

(*)

Artikel Terkait