Sampai Bikin Heran, Isu Pelecehan Seksual Putri Candrawathi 'Dihidupkan' Lagi, Rupanya Ini yang Bikin Komnas HAM 'Pede' Minta Kasusnya Diusut Ulang

Khaerunisa

Editor

Komnas HAM beri rekomendasi agar mengusut kembali dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.
Komnas HAM beri rekomendasi agar mengusut kembali dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.

Intisari-Online.com - Rekomendasi Komnas HAM kepada pihak Kepolisian untuk mengusut kembali dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi tengah menjadi sorotan.

Pernyataan Komnas HAM ini membuat publik heran hingga marah, dan mempertanyakan apa maksud lembaga ini mengungkit kembali kasus yang telah dihentikan tersebut.

Dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi sempat mencuat di awal kasus pembunuhan Brigadir J terungkap.

Peristiwa itu mulanya disebut sebagai pemicu baku tembak antara Brigadir J dan Richard Eliezer atau Bharada E yang berujung tewasnya Brigadir J.

Putri Candrawathi pun melaporkan kasus ini dengan terlapor Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Namun, Polisi akhirnya menghentikan penanganan laporan istri Ferdy Sambo itu pada Jumat (12/8/2022), setelah sempat naik ke tahap penyidikan.

Terkait dihentikannya laporan tersebut, Polisi memastikan bahwa tak ada pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri sesaat sebelum kematiannya.

Saat itu, dugaan kekerasan seksual yang diklaim Putri Candrawathi disebut terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Kini, Komnas HAM kembali 'menghidupkan' dugaan pelecehan seksual tersebut dalam rekomendasinya yang menyebut peristiwa itu terjadi pada 7 Juli di Magelang.

Laporan rekomendasi Komnas HAM sendiri dirilis pada Kamis (1/9/2022) kemarin.

Dalam laporan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan pihak kepolisian mengusut kembali dugaan pelecehan terhadap Putri.

"Terdapat dugaan kuat terjadi peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di kantornya, Kamis.

Alasan Komnas HAM Minta Kepolisian Usut Kembali Dugaan Pelecehan

Terkait rekomendasi Komnas HAM agar Kepolisian mengusut kembali dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan alasannya.

Menurut Andy, pihaknya menemukan petunjuk awal terkait dugaan kekerasan seksual pada Putri di Magelang.

"Berkait dengan dugaan peristiwa kekerasan seksual terhadap P oleh J di Magelang tanggal 7 Juli 2022. "

"Kami menemukan bahwa ada petunjuk-petunjuk awal yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak penyidik, baik dari keterangan P, S (Sambo), maupun asesmen psikologi tentang dugaan peristiwa kekerasan seksual ini," kata Andy saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Kamis (1/9/2022).

Ia menyebut jika Putri sebelumnya mengaku enggan melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya, dan istri Ferdy Sambo itu sempat merasa malu.

Disebut bahwa Putri juga mengaku takut pada ancaman pelaku dan dampaknya jika kasus kekerasan itu dilaporkan.

"Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu."

"Dalam pernyataannya ya, merasa malu, menyalahkan diri sendiri, takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya," Kata Andy.

Lebih lanjut, Andy mengatakan bahwa Putri Candrawathi sempat ingin mengakhiri hidupnya, karena adanya perasaan tertekan serta menyalahkan diri sendiri soal dugaan pelecehan seksual yang dialaminya.

"Dalam kasus ini, posisi sebagai istri dari petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut kepada ancaman dan menyalahkan diri sendiri sehingga merasa lebih baik mati."

"Ini disampaikan berkali-kali," kata Andy seperti diwartakan Tribunnews, Kamis (1/9/2022).

Andy mengatakan, sejumlah temuan itulah yang membuat pihaknya menilai tidak cukup untuk menganggap tidak adanya pelecehan seksual terhadap Putri oleh Brigadir J karena alasan relasi kuasa yang terjalin di antara keduanya.

Menurut pihaknya, relasi kuasa antara atasan dan bawahan tidak serta merta menghilangkan potensi dilakukannya kekerasan seksual.

"Kita perlu memikir ulang bahwa relasi kuasa antara atasan dan bawahan saja tidak cukup untuk serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual."

"Karena relasi kuasa itu sesungguhnya sangat kompleks dan dapat dipengaruhi oleh konstruksi gender, usia, maupun juga kekuasaan-kekuasaan lainnya," tutur Andy.

Komnas HAM Bikin Heran, Pengacara Keluarga Brigadir J: "Kok Getol Banget Ngebelain Si PC?"

Rekomendasi tersebut membuat berbagai pihak heran, juga mempertanyakan maksud dari apa yang dilakukan Komnas HAM.

Salah satunya datang dari pengacara keluarga Brigadir J.

"Barang itu kan sudah mati. Pelecehan seksual itu sudah mati. Bahkan, Polri sendiri bilangnya peristiwa pelecehan seksual itu tidak ada," ujar Eka saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/9/2022).

"Terus kenapa sekarang Komnas HAM mau memunculkan itu lagi untuk menciptakan sengkarut," kata dia.

Selain mempertanyakan maksud Komnas HAM mengunkit kembali dugaan pelecehan tersebut, pengacara Brigadir J, Eka Prasetya, juga mengkritik Komnas HAM yang tampak melindungi pelaku.

Ia menyampaikan, Komnas HAM seharusnya membela Brigadir J sebagai korban, bukan membela pelaku.

Dia menilai, Komnas HAM selama ini menitikberatkan pembelaan kepada pelaku. Putri sendiri merupakan salah satu pelaku karena menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J.

"Kok getol banget ngebelain si PC yang tukang bohong?" ucap Eka.

Pakar Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel juga menyoroti pernyataan Komnas HAM.

Ia mempertanyakan manfaat yang didapat jika Komnas HAM mengungkit kembali dugaan pelecehan seksual tersebut.

Pasalnya menurut Reza, dugaan tersebut tidak mungkin bisa ditindaklanjuti sebagai kasus hukum.

Ia menjelaskan, Indonesia tidak mengenal adanya posthumous trial (pengadilan anumerta) atau persidangan yang diadakan setelah kematian terdakwa.

Selain itu mendiang Brigadir J juga tidak mungkin bisa membela diri atas dugaan pelecehan tersebut.

"Nah, dari situ saya pertanyakan manfaat Komnas melemparkan ke publik pernyataan atau simpulan bahwa kekerasan terhadap PC itu ada. Dugaan Komnas itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum," ujarnya.

Reza mengatakan, dengan adanya dugaan tersebut hanya akan membuat mendiang Brigadir J terabadikan dalam stigma belaka, bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual.

Di lain pihak, menurutnya Reza, bagaimana pun Putri Candrawathi mengaku sebagai korban pelecehan dan Komnas HAM serta Komnas Perempuan mendukungnya, tetap saja Putri Candrawathi tidak bisa menerima hak-haknya selaku korban.

Hal itu karena undang-undang mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku, jika Putri Candrawathi ingin mendapatkan restitusi dan kompensasi.

"PC pun begitu. Betapa pun dia mengklaim sebagai korban kekerasan seksual, dan Komnas mengamininya, tetap tidak mungkin dia menerima hak-haknya selaku korban."

"Pasalnya, UU mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar PC nantinya bisa mendapat restitusi dan kompensasi. Masalahnya, bagaimana mungkin ada vonis kalau persidangannya saja tidak akan ada," terangnya.

Sementara itu, keluarga Brigadir J menuntut Komnas HAM untuk menunjukkan bukti jika memang terjadi pelecehan.

"Kalau kami ya minta aja ke Komnas HAM, seterang-terangnya aja dibuka ya.

"Jangan ada yang ditutup-tutupi, itu aja, kalau memang mereka bilang masih ada pelecehan itu, silakan tunjukkan bukti-bukti yang akurat, itu yang kami minta," kata bibi Brigadir Yosua, Roslin Simanjuntak kepada Kompas.TV, Jumat (2/9/2022).

Baca Juga: Brigadir J Sempat Gendong Putri Candrawathi? Komnas HAM Ungkap Sebuah Kejadian yang Sebabkan Ancaman Pembunuhan hingga Akhirnya Benar-benar Kejadian

(*)

Artikel Terkait