Intisari-Online.com - Tujuan Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 adalah untuk hal ini.
Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.
Ini merupakan konflik antara pemerintah Indonesia dengan kelompok oposisi sayap kiri.
Setelah berlangsung kurang lebih selama tiga bulan, pemberontakan ini baru bisa diakhiri oleh pemerintah Indonesia.
Peristiwa ini menjadi salah satu peristiwa pemberontakan paling besar dalam sejarah Indonesia.
Gerakan PKI Madiun dianggap sebagai ancaman bagi keutuhan NKRI adalah PKI memproklamasikan Republik Soviet.
Bagaimana latar belakang terjadinya Pemberontakan PKI Madiun?
Apa tujuan pemberontakan ini hingga bagaimana akhirnya dapat ditumpas?
Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun
Pemberontakan PKI Madiun memiliki latar belakang yang sangat kompleks.
Terjadinya peristiwa ini diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.
Ketika itu, Kabinet Amir Sjarifuddin tidak lagi mendapat dukungan setelah dituding membawa kerugian bagi Indonesia saat mengadakan Perjanjian Renville dengan Belanda.
Masa jabatan perdana menteri Amir Sjarifuddin berakhir pada 28 Januari 1948, kemudian, Mohammad Hatta pun maju membentuk kabinet baru.
Dalam pembentukan kabinet baru itu, fraksi Amir smepat ditawari posisi, tetapi tidak terjadi kesepakatan karena pihak Amir menginginkan posisi kunci.
Dengan tidak dicapainya kesepakatan, Hatta akhirnya membentuk kabinet baru tanpa golongan sayap kiri.
Program utama Kabinet Hatta adalah melaksanakan Perjanjian Renville dan rasionalisasi tentara Indonesia.
Kecewa dengan keputusan Hatta, golongan sayap kiri mulai masuk ke pihak oposisi dan melakukan rapat di Surakarta pada 26 Februari 1948.
Rapat itu menghasilkan pembentukan Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang terdiri dari PSI, PKI, PBI, Pesindo, dan SOBSI, dengan Amir Sjarifuddin sebagai pemimpinnya.
Kemudian dalam perkembangannya, FDR berubah menjadi radikal dan programnya fokus untuk menentang program Kabinet Hatta.
FDR memiliki dua basis kekuatan utama, yaitu TNI-Masyarakat dan SOBSI, yang merupakan organisasi buruh terbesar dengan hampir 300.000 anggota.
Saat Hatta memulai program rasionalisasi dan memandang TNI-Masyarakat sebagai organisasi militer berhalun komunis yang tidak terlatih kebencian FDR terhadap pemerintah pun semakin bertambah.
Selanjutnya, FDR mulai mencari dukungan dari para petani dan mendorong pemogokan buruh. Pemerintah pun marah dan menuding pemogokan sebagai tindakan yang membahayakan Republik.
Kondisi yang sudah memanas diperparah dengan kembalinya Musso, tokoh komunis senior Indonesia yang pernah belajar ke Uni Soviet.
Musso kembali dan membentuk badan baru yang terdiri dari partai-partai sayap kiri.
Mereka lantas melakukan perjalanan propaganda ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyebarkan komunisme.
Peristiwa itulah yang kemudian dijadikan alasan untuk melancarkan kampanye anti-PKI dan melakukan penculikan perwira kiri.
Memasuki bulan September 1948, terjadi aksi saling culik antara pemerintah dan golongan sayap kiri, hingga akhirnya Madiun menjadi daerah yang tersisa sebagai benteng terakhir FDR.
Pimpinan FDR lokal di Madiun khawatir sehingga kemudian pecahlah pemberontakan pada 18 September 1948.
Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948, Tujuan dan Bagaimana Penumpasannya
Tujuan Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 adalah untuk menggulingkan pemerintah yang sah yaitu Republik Indonesia dan mengganti landasan negara.
FDR Madiun memulai aksinya pada 18 September 1948 dengan merebut pejabat pemerintah daerah, sentral telepon, dan markas tentara yang dipimpin oleh Sumarsono dan Djoko Sujono.
Dalam serangan itu, terdapat dua perwira yang tewas terbunuh dan empat orang terluka.
FDR dapat menguasai Madiun speenuhnya hanya dalam hitungan jam.
Dua anggota FDR yaitu Setiadjit dan Wikana mengambil alih pemerintahan sipil dan membentuk Front Pemerintah Nasional Daerah Madiun.
Setelah mendengar apa yang terjadi, Musso dan Amir menuju Madiun untuk mendiskusikan situasi bersama Sumarsono, Setiadjit, dan Wikana.
Pada 19 September 1948 malam, Presiden Soekarno menyatakan bahwa pemberontakan Madiun adalah upaya untuk menggulingkan pemerintah Indonesia dan Musso sudah membentuk "Republik Soviet Indonesia".
Sementara Musso pada hari yang sama pukul 23.30, menyatakan perang terhadap Indonesia dengan menuding Soekarno dan Hatta menjadi budak imperialisme Amerika dan pengedar Romusha.
Namun setelah itu, beberapa pemimpin FDR justru memutuskan untuk berbalik arah, menyatakan kesediaan untuk berdamai dengan pemerintah Indonesia.
mereka menyiarkan melalui radio bahwa apa yang terjadi di Madiun bukan kudeta, melainkan upaya untuk mengoreksi kebijakan pemerintah.
Pada 23 September 1948, Amir juga menyatakan bahwa konstitusi FDR adalah negara Republik Indonesia, bendera mereka tetap merah putih, dan lagu kebangsaan mereka masih Indonesia Raya.
Sayangnya, upaya tersebut tampak diabaikan pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengirimkan Brigade Siliwangi Letkol Sadikin untuk mengerahkan pasukannya dan menguasai Madiun.
Dalam peristiwa ini, Gubernur Jawa Timur RM Suryo, serta beberapa tokoh lainnya tewas.
Sementara itu, untuk menghindari konflik dengan TNI, FDR/PKI pun mundur ke pegunungan.
Di bawah komando Amir, mereka melarikan diri dari Madiun dan menuju ke sebuah desa kecil bernama Kandangan.
Rupanya, tanpa diketahui rombongan Amir, desa itu sudah diduduki oleh Batalion Divisi Sungkono yang dipimpin oleh Mayor Sabarudin.
Pemberontakan berhasil dipadamkan saat Amir, Maruto, Djoko, Suripno, dan FDR lain yang tertangkap dieksekusi pada 19 Desember 1948.
Pada 28 Oktober, pemerintah menangkap 1.500 orang dan Musso berhasil ditembak mati pada 31 Oktober 1948.
Djoko Sujono dan Maruto Darusman ditangkap pada 29 November. Sementara itu, Amir ditangkap pada 4 Desember 1948.
Itulah sejarah Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.
Baca Juga: Sejarah Singkat Kereta Api Indonesia: Bagaimana Nasibnya Ketika Indonesia Jatuh ke Tangan Jepang?
(*)