Intisari-Online.com - Sejak awal perang Rusia dan Ukrainaterjadi, Rusia sudah mengancam akan menggunakan senjata nuklir.
Namun hampir 6 bulan perang Rusia dan Ukraina berlangsung, Rusia sama sekali belum menyentuh senjata nuklir.
Apakah benar Rusia akan menggunakan senjata nuklirnya?
Dilansir dariexpress.co.uk pada Selasa (23/8/2022), Rusia mungkin tidak akan menggunakan senjata nuklirnya.
Namun Rusia kemungkinan akan mencoba merekayasakrisis di Zaporizhzhia.
Tujuannya untukmembantu mengakhiri perang di Ukraina yang jelas-jelastidak bisa mereka menangi.
Diketahui Zaporizhzhiamerupakan sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa.
Oleh karenanya, Rusia yang telah mengalami banyak kekalahan dalam invasi ke Ukraina ini mungkin akan memanfaatkan Zaporizhzhia.
Hal itu disampaikan olehPakar energi nuklir dan mantan karyawan di Badan Pengatur Nuklir Negara Ukraina Olga Kosharna.
Kosharna mengatakan bahwa Putinmungkin mencoba memanfaatkan situasi tegang di pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia.
Tujuannya untuk memaksa Ukraina menyerah atau menjauhkan NATO dari konflik.
Pernyataan Kosharna itu muncul ketika sebuah video menunjukkankendaraan militer Rusia di dalam Zapporzhzhia.
Laporan itu mengklaim bahwa kendaraan itu penuh dengan bahan peledak. Tapi Express.co.uk tidak dapat memverifikasi laporan ini.
Moskow kemungkinan merasakan tekanan lebih besar sekarang karena Ukraina menyerang di dalam Semenanjung Krimea yang telah Rusia rebut.
Namun Putin berpikir bahwa rezimnya tidak akan bertahan jika dia kalah perang di Ukraina, menurut Kosharna.
"Pada dasarnya,mereka berupaya untuk memaksa Ukraina ke dalam negosiasi atau menyerah, karena mereka jelas kalah perang," tegasKosharna.
Apalagi selama beberapa minggu terakhir pasukan Rusia terkena serangan bom dan baru-baru ini kerusakan besar telah menyebabkan lusinan unit hancur.
Hal ini menyebabkan Rusia histeris karena mereka kalah mereka.
Oleh karenanya, kini mereka mencoba menggunakan aset nuklir Kosharna untuk memaksa Ukraina menyerah atau bernegosiasi.
Kosharna menambahkan bahwa Rusia kemungkinan berharap untuk menakut-nakuti NATO dan Barat yang kemudian dapat menekan Ukraina untuk bernegosiasi dan "membekukan" konflik.
"Seluruh situasi yang telah diatur Rusia adalah pemerasan nuklir," tegasKosharna.
"Sebuah ancaman nuklir untuk memaksa mitra Barat untuk [menekan] Ukraina untuk memulai negosiasi."
"Tujuan utamanya adalah untuk membekukan situasi seperti untuk mengklaim status quo."
Jika konflik "membeku", seperti yang terjadi setelah invasi 2014, Rusia akan dapat mengkonsolidasikan keuntungannya di Ukraina.