Intisari-Online.com – Setelah WHO menetapkan penyakit cacar monyet atau monkeypox sebagai endemi, ternyata Indonesia ‘kecolongan’ setelah ditemukannya kasus ini di Jakarta.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan bawah fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya penanganan setelah ditemukan kasus ini.
Menurutnya, fasilitas kesehatan harus bisa menjadi sumber data dalam mengambil tindakan mengenai kasus cacar monyet, yang ternyata sudah ‘masuk’ ke Indonesia.
“Fasilitas kesehatan, terutama dokter penyakit kulit dan kelamin itu, klinik harus menjadi sumber daya surveilans kita, tentang cacar monyet atau monkeypox ini,” kata Dicky, mengutip dari kompas.com (22/8/2022).
Apa yang bisa dilakukan?
Menurutnya, para surveilans yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan itu memeriksa pasien yang mengeluh penyakit kulit, cacar yang disertai kelenjar pada sisi bagian mulut dan kelamin.
“Dan ini yang harus ditingkatkan surveilans, baik itu dokter praktik swasta maupun dari klinik atau rumah sakit. Karena di negara lain data surveilans itu dari fasilitas kesehatan,” ucap Dicky.
Menurutnya, pada kasus cacar monyet ini sebaiknya dilakukan testing dan tracing, serta isolasi karantina tiga minggu, yang harus dilakukan para surveilans.
Pemberitaan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan satu kasus cacar monyet atau monkeypox di Indonesia, yang kasusnya ditemukan di wilayah DKI Jakarta.
Pasien yang terkonfirmasi cacat monyet itu dari DKI Jakarta, lelaki berumur 27 tahun, dan memiliki riwayat perjalanan luar negeri.
Dia mengalami gejala demam pada 14 Agustus 2022 serta mengalami pembesaran kelenjar limfa.
Menurut Juru Bicara Kemenkes Syahril, pasien yang terkonfirmasi cacar monyet itu sudah muncul bercak cacar di tubuhnya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR