Intisari-online.com - Perang Rusia Ukraina telah memberikan pukulan telak bagi seluruh dunia.
Walau tak terasa, namun imbas ekonomi global akibat perang terasa hingga kini, bahkan Indonesia pun mengalaminya.
Kini, belum usai gempuran oleh negeri tirai besi, Ukraina harus menerima kabar buruk mengenasi situasinya ini.
Dalam sebuah laporan dukungan militer untuk Ukraina, hampir dipastikan akan mengalami penurunan pada waktu mendatang.
Hal ini merupakan imbas dari dukungan militer terus menerus yang diberikan Barat untuk melawan Rusia.
Melansir 24h.com.vn, Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Der Spiegel, pakar militer AS Michael Kofman.
Mengatakan bahwa banyak negara Eropa telah mencapai batas pasokan senjata dan amunisi ke Ukraina.
Dalam wawancara tersebut, Kofman dari Center for Naval Analysis (CNA), mengatakan bahwa "membeli waktu" bukanlah hal terbaik untuk militer Ukraina saat ini.
Karena situasinya akan segera berbalik dan kemudian mencoba menghemat waktu, menjadi semakin sulit.
Kofman mengatakan militer Rusia dapat menggunakan waktu ini untuk mengatur kembali, "untuk menangani sejumlah masalah terkait".
Pakar Amerika mencatat bahwa dukungan Barat untuk Ukraina tidak terbatas dan bahwa kepemimpinan di Kiev memahami hal ini dengan baik.
"Ukraina juga prihatin tentang berapa lama bisa mendapatkan dukungan, terutama dukungan senjata dari Eropa," kata Kofman.
Menurut pakar Amerika, banyak negara Eropa telah mencapai batas pasokan senjata dan amunisi ke Ukraina.
"Ukraina cepat atau lambat akan memasuki fase penghematan amunisi," prediksi Kofman.
Kofman mengatakan para pemimpin di Kiev mungkin khawatir bahwa Ukraina "mungkin berada di bawah tekanan untuk menerima jalan buntu" jika tidak ada terobosan di medan perang hingga awal tahun depan.
Skenario seperti itu "akan menjadi kegagalan bagi Ukraina," kata Kofman.
Pakar Amerika menyimpulkan bahwa seberapa jauh Ukraina dapat memperoleh kembali wilayahnya tergantung pada kemampuan Barat untuk mendukung jangka panjang.
Menurut Kofman, kepemimpinan Kiev telah berulang kali mengumumkan serangan balik terhadap kota Kherson yang dikuasai Rusia.
Tapi itu tidak berarti bahwa serangan balik seperti itu pasti akan terjadi.
Kiev menghadapi pilihan yang sulit, memobilisasi infanteri untuk melakukan serangan balik dengan banyak risiko untuk menerima lebih banyak dukungan Barat atau menerima situasi saat ini.