Bak Membuka 'Tabir Kelam' Kepolisian Indonesia, Pantas Media Asing Ini Berani Sebut Kepolisian Indonesia yang Terburuk di Asia Tenggara, Gara-Gara Kasus Ferdy Sambo Fakta 'Gelap' Ini Terungkap

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Kadiv Propam Polri (non aktif) Irjen Pol Ferdy Sambo saat meninggalkan Bareskrim Polri, Jakarta, seusai menjalani pemeriksaan, Kamis (4/8/2022).
Kadiv Propam Polri (non aktif) Irjen Pol Ferdy Sambo saat meninggalkan Bareskrim Polri, Jakarta, seusai menjalani pemeriksaan, Kamis (4/8/2022).

Intisari-online.com - Skandal pembunuhan yang melibatkan penangkapan Jenderal Ferdy Sambo telah menyeret banyak rekannya ke dalam pusaran.

Termasuk seorang polwan cantik yang dikabarkan menjadi gundik Sambo di tengah tuduhan lain bahwa ia sangat terlibat dalam bisnis perjudian dan mengelola kristal cincin metamfetamin.

Diperkuat dengan pernyataan pengacara Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak,mengatakan motif pembunuhan Yosua sebenarnya adalah sepengetahuannya bahwa sang jenderal, salah satu pejabat Polri yang paling ditakuti, terlibat dalam bisnis perjudian dan produksi sabu.

"Perkara ini memang ada kaitannya dengan perempuan, ada kaitannya dengan tata kelola sabu-sabu, miras, dan judi," kata Kamaruddin Simanjuntak dalam sebuah acara talkshow pada Rabu, (10/8/22)

Ini pun kemudian disoroti oleh media asing yang berani blak-blakan sebut kepolisian Indonesia yang terburuk di Asia Tenggara.

Mengutip Asia Sentinel dalam artikelnya berjudul "Indonesia’s Police Scandal Widens in Shocking New Directions"

Menguak beberapa tabir kelam yang menjadi buntut dari kasus besar yang menimpa Irjen Ferdy Sambo.

Jenderal bintang dua yang sebelumnya mengepalai divisi urusan dalam negeri itu dituduh memalsukan baku tembak antara perwira junior, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, dan pengawalnya Bharada Richard Eliezer.

Di mana Yosua terbunuh pada (8/7) dengan dalih bahwa Yosua dibunuh, karena melakukan pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Puteri Candrawati.

Berita pembunuhan itu muncul perlahan di tengah tuduhan bahwa sebanyak 30 petugas termasuk tiga jenderal polisi telah membantu mengaburkan bukti dan menutupinya.

Selain Sambo, tiga orang lainnya telah ditetapkan secara langsung sebagai tersangka dalam pembunuhan itu.

Yakni Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, seorang sopir yang diduga menyaksikan penembakan dan membantu memalsukan.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Brigadir J Saja Belum Kelar,Nama Polri Kembali Tercoreng Ketika Kasat Narkoba Malah Jadi Tersangka Pemasok Narkoba,Temuan Barang Buktinya Langsung Bikin Geger

Keempatnya didakwa melakukan pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal mati, atau penjara seumur hidup, atau hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Asia Sentinel kemudian membongkar permasalahan internal di tubuh kepolisian Indonesia.

Kasus ini sangat mengguncang kepolisian nasional, dengan Presiden Joko Widodo bertemu secara pribadi dengan Panglima, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Kemudian menyuruhnya untuk membersihkan kepolisian, yang telah lama digambarkan sebagai salah satu yang paling korup dan tidak profesional di Asia Tenggara.

Banyak yang melihat penetapan Sambo sebagai tersangka pembunuhan sebagai ujian berat bagi institusi karena ini adalah pertama kalinya seorang perwira tinggi diidentifikasi terlibat dalam pembunuhan.

Hal itu telah mengekspos budaya kekerasan dan rekayasa kasus di dalam institusi, yang terjadi di tengah budaya impunitas di mana kasus sering dibuat-buat di tengah penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum.

Setelah Sambo ditahan di Mabes Polri, Listyo membubarkan satuan tugas khusus yang diketuainya yang terdiri dari beberapa perwira tinggi dan menengah, beberapa di antaranya terlibat dalam kasus kematian Yosua.

Bambang Rukmino, pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies, mengatakan kasus ini bukan semata-mata persoalan personel, melainkan kelembagaan.

Kejadian ini, kata dia, melibatkan lintas satuan kepolisian mulai dari satuan wilayah, dan detektif, hingga divisi internal.

Polri telah memeriksa sedikitnya 25 personel yang diduga melanggar kode etik dalam penyidikan kasus tersebut, 12 di antaranya saat ini ditahan di tempat khusus.

Artikel Terkait