Intisari-Online.com -Kuasa Hukum keluarga Brigadir Nofryansah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J,Kamaruddin Simanjuntak menyampaikan bahwa pankreas hingga kantung kemih Brigadir J diduga hilang atau tidak ditemukan.
Pernyataan itu disampaikan Kamaruddin Simanjuntak berdasarkan hasil autopsi ulang yang disaksikan dokter perwakilan keluarga Brigadir J.
Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, “Ada juga pankreas diduga hilang atau tidak ditemukan, demikian juga kantung kemih.”
Dalam keterangan terbarunya, Kamaruddin mengatakan pihaknya juga menemukan adanya bekas tembakan di bagian kepala belakang.
“Ternyata ditemukan luka itu adalah luka tembak dari belakang tembus ke hidung,” ucapnya, melansir Kompas TV (4/8/2022).
Kamaruddin juga menambahkan ada sejumlah luka selain luka tembak yang ditemukan pada jenazah almarhum Birgadir J.
Dia mengatakan, “Luka lain yaitu luka di bawah mata beberapa sayatan kemudian di atas, kemudian luka terbuka di apa namanya di bahu kemudian memar lebam di kanan kiri tulang rusuk.”
“Kemudian tangan patah, jari jari dipatahin, sama luka terbuka di jari manis kemudian di kaki di lipatan kaki kiri, kemudian dibawah pergelangan kaki kemudian di kanan,” katanya.
Korban dari kasus yang tak pernah terungkapberikut rupanya juga kehilangan anggota tubuh yang sama seperti Brigadir J.
Adalah Kasus Setiabudi 13, yakni sebuah kasus tak terpecahkan dari seorang pria tak teridentifikasi yang ditemukan dalam keadaan meninggal termutilasi pada tanggal 23 November 1981 di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Setiabudi, Jakarta.
Disebabkan oleh kesadisan dan ketidakpastian kasusnya, kasus ini merupakan salah satu kasus mutilasi pertama dan menjadi salah satu kasus paling misterius di Indonesia.
Melansir Wikipedia, Ahli forensik Munim Idris yang menangani penyelidikan autopsi jasad tersebut bahkan menyebut kasus tersebut sebagai kasus paling bengis dan paling berkesan yang pernah ditangani.
Pagi hari tanggal 23 November 1981, dua orang satpam kantor PT. Garuda Mataram Motor menemukakan dua kotak kardus di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Setiabudi, Jakarta Pusat, seberang Gedung Arthaloka (saat ini cabang Bank Muamalat).
Kedua kotak kardus tersebut mengundang perhatian kedua satpam tersebut karena dari kardus tersebut tercium bau anyir serta dikerubungi lalat.
Kedua satpam itu sempat melaporkan penemuan kotak-kotak kardus tersebut kepada seorang polisi yang sedang mengatur lalu lintas.
Namun karena sedang sibuk, penemuan ini menjadi terlupakan.
Kedua kardus tersebut terus tergeletak di pinggir jalan hingga ditemukan oleh dua orang gelandangan.
Ketika kedua kardus tersebut dibuka, ditemukan sebuah jasad yang telah dimutilasi.
Kardus pertama berisi tiga belas tulang dan sebuah kepala, dengan kondisi tulang dikerat dari daging.
Sementara pada kardus kedua terdapat 180 potongan daging manusia, termasuk organ-organ dalam seperti paru-paru, hati, dan limpa.
Beberapa tanda-tanda tubuh seperti sidik jari, telapak tangan, telapak kaki, dan fisik kepala masih ada.
Namun, bagian-bagian tubuh seperti anus, kandung kemih, dan pankreas tidak ditemukan.
Pembedahan jasad dilakukan selama kurang lebih dua jam dan Munim Idris menyebut bahwa korban dipotong secara sistematis dan "seperti kambing guling".
Menurut penyelidikan, korban tanpa identitas berjenis kelamin pria tersebut diperkirakan berusia 18 hingga 21 tahun, memiliki tinggi badan 165 cm, memiliki kondisi fimosis, bertubuh tegak dan sedikit gemuk.
Korban dibunuh dan dimutilasi sekitar dua hingga satu hari sebelum mayat ditemukan.
Hasil tes sidik jari tidak menemukan pasangan yang cocok.
Mutilasi diduga dilakukan oleh lebih dari satu orang dan berlangsung selama 3-4 jam.
Sementara itu, ratusan orang yang mengaku kehilangan kerabat keluarga datang selama proses identifikasi berlangsung, namun dari berbagai keterangan yang dikumpulkan oleh polisi tidak ada seorang pun yang cocok dengan orang yang dicari.
Tanggal 27 November 1981, korban dikebumikan di TPU Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat.
Hingga saat ini, kasus ini masih belum terpecahkan.