Intisari - Online.com - Aksi keseimbangan, sebuah istilah yang dipakai guna menggambarkan langkah Indonesia menghadapi dua negara yang berseteru.
Contohnya adalah cara Indonesia menghadapi konflik China vs Amerika Serikat.
Melansir SCMP, Indonesia selalu menyebut posisinya netral, seperti disebut oleh Yohanes Sulaiman, analis keamanan di Universitas Jenderal Ahmad Yani.
Diplomasi bebas aktif telah selalu dipakai Indonesia sejak merdeka di tahun 1945 lalu, sebuah strategi yang membuat Indonesia meraup keuntungan besar dari memiliki "jutaan kawan, dan nol musuh."
Apakah Indonesia masih bisa mempertahankan posisi ini di tengah Asia-Pasifik yang menjadi panggung permusuhan AS dan China?
"Dalam konteks rivalitas antara Amerika dan China, maka posisi Indonesia menjaga jarak yang sama," ujar Hikmananto Juwana, pakar hukum internasional dari Universitas Jenderal Ahmad Yani.
"Kita tidak akan berpihak kepada Amerika Serikat, kita juga tidak akan berpihak kepada China," tambahnya.
Indonesia dianggap jadi kunci Asia Tenggara, sebagai satu-satunya negara di kawasan yang menjadi anggota G20 dan menjadi anggota pendiri ASEAN.
Presiden Jokowi yang baru-baru ini mengunjungi Ukraina dan Rusia menunjukkan pemimpin Indonesia menganggap dirinya dalam dinamika konflik di dunia sebagai pihak ketiga yang netral.
Tujuan Indonesia dalam hal ini adalah menjembatani dua negara yang berseteru.
"Indonesia akan terus memainkan peran sebagai bridge-builder, sebagai bagian dari solusi," ujar Presiden Jokowi dalam pidatonya.
Indonesia juga menawarkan diri sebagai penengah dalam konflik Barat vs Iran dalam program nuklir Iran.
KOMENTAR