Dalam rangka Hari Dokter Nasional, Intisari-Online.com memuat artikel tentang sosok dokter inspiratif. Judul aslinya “Aznan Lelo: Dokter Ikhlas Tanpa Papan Nama: Dokter Mestinya Tak Boleh Pasang Tarif” dari Majalah Intisari edisi September 2013. Berikut ini bagian keduanya.
Intisari-Online.com - Andi (30), seorang kontraktor yang tinggal di Jln. Eka Rasmi, Kelurahan Gedung Johor Medan, yang datang dengan mobil APV putih, mengatakan, alasan utama membawa tiga anaknya ke dr. Aznan bukan hanya karena sang dokter tidak mematok tarif.
Tapi ia betul-betul percaya pada kualitas dokter itu. Hari itu ketiga anaknya menderita batuk pilek.
“Tiga anak saya ini dulu punya penyakit kelenjar di lehernya. Dokter lain yang pernah saya datangi memvonis harus diambil tindakan medis.
Tapi alhamdullillah, sama Buya tidak. Waktu itu pengobatannya selama enam bulan, dan radang kelenjar pada tiga anak saya sembuh,” kata Andi.
Ia menuturkan, metode pengobatan yang dilakukan dr. Aznan sangat teratur dan bagus karena punya keahlian meracik obat.
“Kalau dokter lain resep obatnya mahal. Di sini obat yang diresepkan Buya relatif terjangkau dan kita bisa dapat di apotek mana saja. Komposisi obatnya saya rasa sangat tepat, karena beliau sendiri ahli farmakologi.”
Sebagai pasien yang sudah sering berobat kepada dr. Aznan, Andi cukup tahu diri mengisi amplop. “Saya sewajarnyalah, apalagi kalau anak kita sudah sehat, maka kalau ada rezeki kita tambah, kalau tak ada ya ala kadarnya,” tutur Andi
Ia menilai dokter Aznan juga rajin bersedekah. “Karena sudah lama kenal, pernah juga membuka amplop dari pasien di depan saya. Saya lihat bahkan ada yang memberi Rp5.000. Pernah uang dari amplop pasien dibelikan durian untuk dimakan sama-sama,” ujarnya.
Membandingkan dr. Aznan dengan dokter lain, Andi berkomentar, “Waduh, kalau di luar sana, untuk dokter anak saja sekali konsultasi bisa Rp200 ribu atau Rp250 ribu. Itu lain obat, ya. Terkadang ‘kan ada dokter yang komersil, diresepkan kepada kita brand tertentu yang susah kita cari, mau tak mau kita beli di apoteknya.”
Pendapat senada diungkapkan Restu Damanik (30) warga Jln. Siriaon, Madala By Pass, Medan. Restu, karyawan di PT Midea Elektronik, mengaku, pada 2005 divonis dokter THT (telinga hidung tenggorokan) mengidap polip pada hidungnya dan harus menjalani operasi kecil.
Dari temannya ia tahu praktik dokter Aznan, kemudian dia datangi. “Alhamdullilah, setelah minum obat resep dari Buya, polipku sembuh dalam empat bulan.”
Dari pengalamannya berobat ke dr. Aznan, Restu menceritakan, pasien datang dari pelbagai tempat. Dari Aceh, Sidimpuan (Sumut), Rantauprapat (Sumut), dsb.
“Ada pasien dimarahi. Dia nanya berapa biaya berobatnya, terus kenak sental (dimarahi) sama Buya, ‘udah nggak usah bayar aja’, kata Buya,” cerita Restu.
Menurut pengakuan Restu, sekali berobat ia memasukkan Rp25 ribu, kadang Rp30 ribu ke dalam amplop. “Beginilah dokter yang kita inginkan, arif bijaksana, dan tidak komersil.” (Feriansyah Nasution, Wartawan Tribun Medan)