Pantas Senjata yang Digunakan untuk Membunuh Brigadir J Jadi Sorotan, Selain Bukan Senjata Membunuh Rupanya Glock 17 Bukan Senjata Sembarangan, Biasanya Digunakan untuk Hal Ini

May N

Editor

Tim kuasa hukum Brigadir J dataga Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (18/7/2022)
Tim kuasa hukum Brigadir J dataga Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (18/7/2022)

Intisari - Online.com -Senjata api Glock 17 menjadi sorotan utama kasus pembunuhan Brigadir J.

Bambang Rukminto, peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bidang Kepolisian, menyebutkan alasan mengapa senpi Glock 17 jadi sorotan.

Ternyata, senpi Glock 17 tidak biasa dipakai untuk membunuh, tetapi malah lebih sering dipakai untuk melumpuhkan pelaku kejahatan.

Tujuan penggunaan Glock 17 tidak tercermin dalam baku tembak antara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dan Bharada E, jika benar memang senjata itu yang dipakai.

Sebelumnya, Bharada E diduga menggunakan Glock dengan magasin berisi 17 peluru dalam baku tembak yang menyebabkan tewasnya Brigadir J.

"Tujuan penggunaan senpi untuk kepolisian itu bukan untuk membunuh tetapi untuk melumpuhkan pelaku kejahatan. Sementara spesifikasi Glock ini untuk tempur," ucap Bambang dilansir dari Kompas.com, Selasa (19/7/2022).

Bambang mengaku heran alasan Polri memberi rekomendasi penggunaan Glock 17 kepada Bharada E, karena senjata ini biasanya dipakai perwira polisi berpangkat minimal AKP.

Brigjen Ahmad Ramadhan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri, menyatakan bahwa Glock 17 bisa dipakai oleh personil polisi level bintara sesuai rekomendasi.

Namun, Bambang menyebut pemberian rekomendasi itu menjadi ancaman tersendiri bagi publik.

"Dalam kondisi normal, akan membunuh atau bertempur dengan siapa driver atau ajudan yang diberi rekomendasi membawa senpi tempur ini? Pernyataan Karopenmas (yang menyebut Glock 17 bisa digunakan untuk level bintara) ini bisa menjadi ancaman bagi rasa aman masyarakat," ucap dia.

Bambang kemudian mengingatkan agar semua anggota Polri tetap mengacu pada amanah UU Nomor 2 Tahun 2002, yang menyebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Nah, dalam melaksanakan tugasnya, anggota Polri diperbolehkan untuk menggunakan senjata, dengan tujuan melumpuhkan atau menghentikan tindakan yang mengancam ketertiban masyarakat.

"Sekali lagi bukan untuk membunuh sebagaimana spesifikasi dan fungsi senjata tempur. Kalau aturan tidak spesifik dan senjata tempur bisa digunakan anggota Polri secara sembarangan tanpa ada aturan-aturan, akibatnya bisa menjadi ancaman bagi ketertiban dan rasa aman masyarakat," ujar Bambang.

Komentar Bambang turun setelah Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menekankan jika pistol Glock 17 tidak hanya untuk perwira polisi.

Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut polisi level bintara juga bisa menggunakan Glock 17.

Dia menambahkan, semua anggota Polri pada prinsipnya boleh menggunakan senjata api.

Namun personel polisi yang berhak memegang senjata api sebelumnya harus melalui beberapa persyaratan contohnya tes psikologi dan tes keterampilan menembak senjata api.

Penggunaan senjata api bagi anggota polisi dari berbagai level juga diperlukan dalam rangka mendukung tugas Polri, untuk menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat serta sesama polisi.

"Enggak. Bintara juga bisa (pakai Glock 17)," ujar Kepala Biro (Karo) Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dilansir dari Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Organ dalam Brigadir J tidak ada

Sementara itu, kuasa hukum Brigadir J menyebut Brigadir J meninggal karena pembunuhan berencana dan meminta dilakukan autopsi ulang.

Tetapi permintaannya ditolak karena kepolisian mengklaim mereka sudah transparan dalam mengumpulkan bukti.

Kamarudin Simanjuntak, kuasa hukum Brigadir J, menyebutkan kecurigaannya tersebut pada Senin 18 Juli 2022 lalu.

Kamarudin juga menyebut dugaan bahwa organ dalam Brigadir J tidak ada atau hilang, sehingga diperlukan adanya autopsi dan visum et repertum ulang.

Kamarudin menduga autopsi yang dilakukan kepolisian di bawah tekanan, sehingga belum diketahui apakah hasil tersebut benar atau tidak.

Menurutnya, pihak Kamarudin sejauh ini menemukan sejumlah luka sayatan di tubuh almarhum.

Kepolisian sendiri menolak diadakannya autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J, dengan Kadiv Humas Polri menyebut autopsi sudah dilakukan dan hasilnya akan disampaikan bersama Komnas HAM.

"Apakah autopsi ini benar atau tidak karena ada dugaan di bawah kontrol atau pengaruh, tapi itu tidak tahu kebenarannya," ujar Kamarudin dilansir dari video YouTube Tribunnews berjudul "Kuasa Hukum Duga Organ Dalam Brigadir J Hilang, Minta Autopsi Ulang tapi Ditolak, Klaim Obyektif."

"Jangan-jangan jeroannya sudah tidak ada, jadi kita perlu autopsi ulang sama visum et repertum ulang," tambahnya.

Kamarudin juga menyebut orang tua mendiang Brigadir J masih trauma sehingga tidak datang ke Bareskrim Polri Senin (18/7/2022).

Baca Juga: Viral Usai Diduga Sebagai Sosok Polisi yang Larang Keluarga Brigadir J Buka Peti Jenazah, Polisi Hendra Kurniawan Ternyata Pernah Dituduh Mata-Mata China Anak Presiden Xi Jinping Begini Kisahnya

Artikel Terkait