Intisari-Online.com - Kasus kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) dengan terdakwa Julianto Eka Putra alias JE masih terus bergulir.
Pengadilan Negeri Malang, pada hari ini Rabu, 20 Juli 2022, rencananya akan menggelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa.
Meski agenda sidang tersebut dibatalkan dan mengagendakan sidang lanjutan pada Rabu (27/7), namun Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajadi) Jatim Mia Amiati sempat mengungkapkan bahwa terdakwa akan dituntut hukuman maksimal.
Sebelumnya, tim kuasa hukum terdakwa dugaan kekerasan seksual di sekolah SPI, JE, mengajukan penangguhan penahanan ke Pengadilan Negeri Malang kelas I A.
Permohonan itu disampaikan oleh salah satu kuasa hukum Julianto Eka Putra, Jeffry Simatupang, Selasa (12/7/2022).
Selain itu, Jeffry mengungkapkan bahwa penjamin dari pengajuan penangguhan penahan itu adalah istri dari kliennya itu.
Menurut Jeffry, ada beberapa hal menjadi alasan dalam pengajuan penangguhan penahanan tersebut.
Pertama, ia mengatakan Julian Eka Putra menderita sakit gula. Selain itu, ia menyebut kliennya selalu kooperatif.
"Klien kami juga menderita sakit. Sakit gulanya tinggi, tetapi dalam kondisi yang sakit gulanya tinggi klien kami, tetap taat terhadap hukum," jelasnya.
Jeffry menyebu bahwa terdakwa tidak pernah menghilangkan barang bukti dan juga tidak pernah melarikan diri.
"Sejak dalam proses penyelidikan sampai ke tahap dua sampai ke persidangan klien kami selalu kooperatif, selalu hadir dalam setiap tingkat pemeriksaan," ujarnya.
Atas penahanan kliennya, Jeffry menilai hal tersebut dilakukan Majelis Hakim hanya berdasarkan opini publik semata. Sehingga, ia pun mempertanyakan keputusan penahanan kliennya.
"Jangan sampai majelis hakim terpengaruh oleh opini publik," katanya.
Sementara itu, kini ancaman hukuman maksimal menanti JE, dan dikatakan semua pertimbangan memberatkan terdakwa.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim Mia Amiati menyatakan akan menuntut hukuman maksimal kepada terdakwa dalam sidang tuntutan.
"Tidak ada pertimbangan yang meringankan, semua pertimbangan memberatkan," kata Mia kepada wartawan di Kejati Jatim, Selasa (19/7/2022).
Pertimbangan yang memberatkan terdakwa itu termasuk terdakwa yang dinilai tidak kooperatif, mengintimidasi saksi, hingga tidak mengakui perbuatannya selama persidangan.
Selain itu, terdakwa yang melakukan perbuatannya dalam konteks sebagai guru atau pembimbing yang seharusnya mengajak korban untuk melakukan perbuatan baik juga menjadi pertimbangan yang memberatkannya.
"Ini yang membuat korban semakin merasa lemah dan tidak berdaya di hadapan terdakwa," jelasnya.
Seperti diberitakan, JE, didakwa pasal berlapis. Untuk dakwaan pertama, JEP didakwa Pasal 81 ayat 1 Juncto Pasal 76 d UU Perlindungan Anak dan Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kemudian dakwaan alternatif kedua yakni Pasal 81 ayat 2 UU Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Adapun dakwaan alternatif ketiga yakni Pasal 82 ayat 1 Juncto Pasal 76 E UU Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Terakhir dakwaan alternatif keempat yaitu Pasal 294 ayat 2 kedua KUHP Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
JE diketahui baru ditangkap pada Senin (11/7/2022) setelah 19 kali persidangan.
Ia dijemput paksa dari rumahnya di kawasan Citraland, perumahan elit di Surabaya oleh tim jaksa dari Kejaksaan Negeri Kota Batu dan Kejakaan Tinggi Jatim.
(*)