Intisari-Online.com -Basarnas boleh menjadi garda terdepan proses evakuasi AirAsia QZ8501 yang hilang pada Minggu (28/12). Tapi jangan lupakan peran tim lain, termasuk para dokter forensik yang bertugas dalam proses identifikasi mayat. Soal dokter forensik, rasanya kita tidak bisa menepikan nama Sumy Hastry Purwanti, srikandi forensik Indonesia yang bertugas dalam identifikasi korban AirAsia QZ8501.
Srikandi forensik? Rasanya tidak berlebihan.
Sumy Hastry Purwanti merupakan satu-satunya dokter forensik perempuan yang membantu proses identifikasi jenazah korban AirAsia QZ8501 di RSUD Imanuddin, Pangkalan Bun, kalimantan Tengah. Di rumah sakit tersebut setidaknya ada dua tim yang diterjunkan untuk melakukan proses identifikasi awal jenazah. Satu tim berisi sepuluh orang yang terdiri dari dua dokter forensik, tim teknis, dokter umum, serta petugas yang memasukkan dan mengemas jenazah ke dalam peti jenazah.
Dalam kesehariannya, Hastry berdinas di Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Jabatannya adalah Kepala Sub Bidang Kedokteran Polisi (Kasubid Dokpol) Bidang Kedokteran Kesehatan (Biddokes) Polda Jawa Tengah. Jika ada kasus atau peristiwa besar, seperti kecelakaan atau bencana alam, ia akan bergabung dengan tim Disaster Victims Identification (DVI) Polri untuk menanganinya.
Sebelum bertugas dalam proses identifikasi korban AirAsia QZ8501, Hastry sudah menangani beberapa kasus besar, bahkan sejak ia masih pendidikan sebagai dokter spesialis forensik di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Di antaranya: Bom Bali I (2002), bom Hotel JW Marriott (2003), bom di Kedutaan Besar Australia, bencana alam tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (2004), kecelakaan pesawat Mandala di Medan (2005), Bom Bali II (2005), serta kecelakaan pesawat Sukhoi (2012).
Tak hanya di dalam negeri, namanya juga sudah berkibar di luar negeri. Salah satunya adalah ketika peristiwa kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH17 terjadi di Ukraina beberapa waktu lalu. Karena kepiawaiannya, Hastry sempat dipanggil ke Belanda untuk membantu proses identifikasi tersebut.
Hastry menyebut, menjadi dokter forensik bukan perkara ia mudah. Baginya, ini adalah profesi yang merupakan profesi yang sangat menantang. Layaknya seorang polisi yang mengungkap sebuah kasus kejahatan, tak jarang dokter forensik juga harus dihadapkan pada realita bahwa jenazah yang dihadapinya tidak utuh.
Oleh karena itu, para dokter forensik juga harus menyusun satu per satu bagian tubuh jenazah dan mencocokkannya dengan data ante-mortem dan postmortem sebelum akhirnya menentukan identitas jenazah. "Saya ini enggak mikir mau perempuan atau laki-laki. Begitu kali pertama kerja dan ke TKP (tempat kejadian perkara) lalu kasus terungkap, itu senang banget.”
Atas prestasinya itu, tak salah jika menyebutnya sebagai srikandi forensik Indonesia. (Kompas.com)