Intisari-Online.com -Wanita di Tiongkok kuno tidak memiliki status yang menguntungkan, baik dalam kehidupan sosial maupun politik.
Perempuan disubordinasikan oleh laki-laki dan seringdiperlakukan dengan buruk secara fisik.
Tragisnya lagi, mereka seakandipaksa untuk bersaing memperebutkan kasih sayang suami mereka dengan selir.
Di Cina semua orang tahu bahwa lebih baik dilahirkan sebagai laki-laki.
Bahkan tokohperempuan dalam sastra tradisional kadang-kadang menyatakan bahwa mereka di kehidupan yang lampau merupakan seorang laki-laki, namun terlahir kembali sebagai perempuan.
Hal itu terjadi sebagai hukuman yang harus diterima atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan di kehidupan yang terdahulu.
Wanita diharapkan unggul dalam empat bidang: kesetiaan, ucapan yang hati-hati, ketekunan, dan sopan santun. Kebajikan seorang wanita adalah atribut yang sangat dihargai dalam masyarakat Cina.
Wanita yang dianggap sangat berbudi luhur seperti janda suci kadang-kadang diberi kehormatan dengan dibangunkan sebuah kuil, monumen, atau prasastiperingatan setelah kematian.
Perempuan di Lingkungan Istana
Selama Dinasti Ming (1368-1644 M), ada sistem resmi untuk memilih selir.
Proses seleksi akan berlangsung di dalam 'Kota Terlarang' setiap tiga tahun.
Kandidat berusia antara 14 hingga 16 tahun dan dipilih berdasarkan latar belakang, kebajikan, perilaku, karakter, penampilan, dan kondisi tubuh mereka.
Kasim menjadi satu-satunya pria yang diizinkan berada di sana.
Tugasnya yakni untuk memastikan bahwa setiap anak yang lahir di harem adalah anak dari kaisar.
Laki-laki manapun tidak diizinkan untuk melayani wanita dari harem kaisar, kecuali para kasim, pria yang telah dikebiri, sehingga membuat mereka impoten.
Sepanjang sejarah Kekaisaran Tiongkok, kasim bertugas melayani keluarga kekaisaran, termasuk sebagai pelayan di harem.
Jauh dari sekadar pelayan, para kasim biasanya juga menginginkan posisi kekuasaan dan kekayaan dengan melibatkan diri mereka dalam politik harem.
Selama Dinasti Ming (1368–1644), ada 100.000 kasim yang melayani kaisar dan haremnya.
Menurut Ritus Zhou, seorang kaisar dapat memiliki hingga 9 selir tingkat tinggi, 27 selir tingkat menengah dan 81 selir tingkat rendah.
Namun, selama Dinasti Han (206 SM – 220 M), tidak ada batasan yang ditetapkan untuk jumlah permaisuri yang bisa dimiliki Kaisar, dan selama pemerintahan Kaisar Huan dan Kaisar Ling, ada lebih dari 20.000 wanita yang tinggal di istana.
Perempuan sebagai Selir dan Pelacur di Perkotaan
Meskipun pria Tionghoa biasanya hanya memiliki satu istri, mereka secara terbuka memanfaatkan pelacur dan mengundang selir untuk tinggal secara permanen di rumah keluarga.
Pelacuran adalah bagian terbuka dari kehidupan kota dan kota.
Para pejabat dan pedagang bahkan jugasering mengunjungi rumah-rumah yang pelacuran.
Sementara selir, sering kali menyediakanpewaris laki-laki yang sangat penting ketika istri utama di suatu rumah tangga hanya menghasilkan anak perempuan.
Mereka tidak memiliki status hukum istri karenadigolongkan sebagai pelayan.
Selain itu,anak-anak selir juga tidak diberikan status dan hak waris yang sama dengan anak-anak istri sah.
Istri tidak boleh menunjukkan kecemburuan kepada selir suaminya.
Selir biasanya berasal dari kelas bawah dan memasuki rumah tangga keluarga kaya di masyarakat.
Seorang gadis dari keluarga yang lebih kaya hanya akan diberikan sebagai selir kepada keluarga yang lebih kaya atau istana kerajaan.
(*)