Intisari-online.com - Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia mengatakan bahwa skenario terburuk akan terjadi.
Jika proposal Jepang untuk mengenakan harga tertinggi pada minyak Rusia dilaksanakan.
Pada tanggal (3/7), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan bahwa untuk menghukum Moskow atas konflik di Ukraina.
Harga tertinggi untuk minyak Rusia perlu diturunkan menjadi hanya 50% dari harga pembelian saat ini.
Kishida juga menekankan, harus ada mekanisme agar minyak Rusia "tidak bisa dibeli dengan harga lebih tinggi dari harga plafon".
Sebelumnya, dalam KTT yang diadakan di Jerman pada 26 Juni, para pemimpin G7 juga sepakat untuk mempertimbangkan kelayakan penerapan pagu harga bahan bakar Rusia, termasuk minyak.
G7 percaya bahwa tindakan ini akan secara signifikan membatasi sumber daya keuangan Moskow untuk operasi militer di Ukraina.
Pada tanggal (5/7), Medvedev memperingatkan bahwa jika Tokyo mengimplementasikan proposal Perdana Menteri Kishida.
Jepang "tidak akan lagi memiliki minyak dan gas dari Rusia, juga tidak akan dapat berpartisipasi dalam proyek minyak dan gas Sakhalin-2".
Menurut Medvedev, jika dilaksanakan, ide Kishida akan menyebabkan jumlah minyak di pasar internasional anjlok dan harga minyak akan terdorong sangat tinggi.
"Harga minyak bahkan bisa mencapai 300-400 dollar AS per barel," katanya.
"Pikirkan tentang dampak situasi ini pada harga gas," kata Medvedev seperti dikutip RT.
Kremlin juga keberatan dengan usulan Perdana Menteri Jepang untuk mengenakan batas atas harga minyak Rusia.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mencatat bahwa pernyataan Kishida itu sepihak dan tidak akan menerima dukungan internasional.
Pekan lalu, Presiden Rusia Putin menandatangani dekrit yang mengambil kendali penuh atas proyek minyak dan gas Sakhalin-2 di Timur Jauh Rusia.
Dengan demikian, mitra mana yang diizinkan untuk terus mengeksploitasi proyek Sakhalin-2 akan diputuskan oleh Moskow.
Ini juga berarti bahwa perusahaan Inggris dan Jepang dapat dikeluarkan dari proyek oleh Rusia.