Advertorial
Intisari-online.com - Balakangan inilembagafilantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan publik Indonesia.
Yayasan ini dianggap melakukan penyelewengan dana dari hasil uang yang mereka himpun dari amal.
Menurut laporan yang dikutip dari Tribunnews.com, yayasan ini mengambil 13,7 persen dari hasil uang yang dihimpun.
Ini diungkapkan oleh Presiden ACT Ibnu Hajar, yang menyebutnya ini masih dalam kategori wajar berdasarkan syariat.
Kemudian, dari jumlah itu, lembaga ACT menggunakannya untuk biaya operasional seperti menggaji pegawai dari 2017 hingga 2021.
Adapun jumlah uang yang dihasilkan pada tahun 2020, mencapai Rp519 miliar.
Laporan keuangan tersebut juga dimuat dalam website ACT, tentang laporan keuangan yang mencapai Rp519 pada 2020.
Jumlah ini lebih tinggi jika dilihat dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp516,4 miliar.
Artinya tiap tahunnya lembaga itu rata-rata bisa menghimpun dana mencapai Rp500 miliar.
Kemudian, sepanjang 2020, dana tersebut disalurkan ke 8,5 juta jiwa, di dalam maupun luar negeri.
Dana tersebut terkumpul dari 281.000 aksi yang dilakukan oleh 113.565 sukarelawan.
ACT juga melakukan beberapa program untuk menyalurkan zakat dan kurban, di antaranya yang dimuat dalam websitenya.
Ada program global zakat, sahabat guru Indonesia, sahabat dai, Indonesia, operasi pangan, zakat fitrah, zakat mal.
Kemudian ada program internasional, ACT menyalurkan paling banyak bantuan ke korban di Palestina.
Tercatat ada 1,2 juta orang yang menerima manfaat dari bantuan tersebut.
Sementara itu, ACT juga menyediakan kanal donasi dengan minimal sumbangan Rp10.000, dan jumlahnya bisa disesuaikan sendiri.
Mereka yang menyumbang juga bisa memilih sendiri peruntukan donasi tersebut untuk modal usaha mikro, bantuan Palestina, sedekah, bencana, dll.
Sementara itu, saat ini ACT sedang menuai masalah karena dianggap menyelewengkan uang tersebut.
Sementara Presiden ACT, Ibnu Hajar,mengklaim pihaknya bisa mengambil 13,7 persen, yang bisa dikatakan melebihi 1/8 atau 12,5 persen, karena ACT bukan badan amil zakat, melainkan lembaga filantrofi umum.
"ACT bukan lembaga zakat, tapi filantropi umum dari masyarakat, CSR, sedekah umum atau infaq, dan alokasi dana zakat," ucapnya.
Menurut dia, sebagai lembaga yang memiliki program di 47 negara lebih, ACT seringkali memerlukan dana distribusi bantuan yang lebih banyak.
"Sehingga kami ambil sebagian dari dana non-zakat, infaq atau donasi umum."
Cek Berita dan Artikel yang lain diGoogle News