Intisari-Online.com – Sebuah proyek baru para ahli memfokusikan pada tiga sinagoga abad ke-16, setelah populasi Yahudi turun menjadi 450.
Ketika sejarawan seni David Landau pertama kali mengunjungi sinagoga Renaisans Venesia, setelah membeli sebuah rumah di kota Italia 12 tahun lalu, dia tercengang melihat lapisan cat yang mengelupas, bangku yang disusupi cacing kayu, dan dekorasi plester serta plesteran yang rusak.
Sinagoga Italia benar-benar rusak, dan itu tidak termasuk dalam tur Museum Yahudi Venesia di Ghetto Yahudi setempat, menurut organisasi nirlama Save Venice Inc.
Menurut Landau kepada Associated Press (AP), sinagoga itu berada dalam kondisi yang sangat buruk, karena telah diubah tanpa bisa dikenali selama berabad-abad, dan perlu dirawat dan disayang.
Selama tiga tahun terakhir, Landau bertanggung jawab atas penggalangan dana untuk melestarikan candi.
Proyek restorasi difokuskan pada tiga sinagoga ghetto, yaitu Sinagog Jerman, Sinagog Kanton, dan Sinagog Italia, yang kesemuanya dibangun pada abad ke-16.
Melansir AP, Landau telah mengumpulkan sekitar setngah dari $11 juta yang dibutuhkan untuk restorasi, dan bila lancar, diharapkan konservasi selesai pada akhir 2023.
Sejarah ghetto kembali ke tahun 1516, ketika Republik Venesia memaksa orang-orang Yahudi untuk tinggal di bagian kota yang tertutup.
Daerah itu pernah menjadi tempat pengecoran tembaga, dan kata ‘ghetto’ kemungkinan berasal dari dialek Venesia untuk pengecoran, gheto.
Orang-orang Yahudi Venesia harus mengenakan lencana pengenal dan tidak boleh meninggalkan ghetto pada malam hari.
Terlepas dari sifat kehidupan ghetto yang terbatas, komunitas Yahudi di kota itu mengembangkan budaya yang kaya.
Shaul Bassi, seorang sarjana Venesia, kepada majalah Smithsonian tahun 2015, mengatakan bahwa dengan me-ghetto mereka, maka Venesia secara besamaa memasukkan dan mengecualikan orang-orang Yahudi.
Tetapi, orang-orang Yahudi merasa cukup stabil, sehingga 12 tahun setelah keberadaan tempat itu, mereka mulai membangun sinagoga dan jemaat mereka.
Puncaknya, sekitar tahun 1630, populasi ghetto mencapai sekitar 5.000, menurut Jewish Telegraphic Agency (JTA), yang penduduknya datang dari seluruh Eropa.
Sebelum tahun 1650, sekitar sepertiga dari semua buku Ibrani yang dicetak di Eropa berasal dari Venesia.
Sinagoga itu tetap buka sejak pembangunannya, kecuali selama Perang Dunia II, ketika Venesia diduduki oleh Jerman.
Namun, sekarang populasi Yahudi di kota itu telah turun menjadi sekitar 450.
Sinagoga-sinagoga itu adalah permata kecil, penting untuk tidak kehilangan perasaan tentang di mana orang-orang Yahudi berada dan apa yang mereka sumbangkan, tetapi ini adalah tentang bagaimana mereka bertahan meskipun banyak rintangan.
Hambatan yang dialami cukup besar, karena orang-orang Venesia tidak mengizinkan orang Yahudi untuk mempraktikkan agama mereka di depan umum, maka sinagoga harus disembunyikan dari pandangan.
Dari luar, mereka praktis tidak bisa dibedakan dari bangunan di sekitarnya, hanya dipisahkan oleh lima jendela besar masing-masing candi.
Penduduk Ghetto sebenarnya menjadi lebih religius karena sinagoga yang lapang dan dipenuhi cahaya adalah tempat yang paling namyan, menurut Landau kepada Times.
Namun, karena meningkatnya tingkat anti-Semitisme, maka renovasi juga akan mencakup langkah-langkah keamanan baru, seperti jendela anti-peluru di lantai pertama.
“Sinagoga adalah kesaksian tentang kehidupan, sejarah komunitas kami, komunitas kecil,” kata Dario Calimani, presiden Komunitas Yahudi di Venesia, kepada AP.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari